Sting Jual Katalog Lagu Rp4 Triliun Lebih: Ini Pemicunya, Disorot dari Kacamata Musisi dan Investor Industri Musik
JAKARTA - Penjualan katalog lagu karya Sting ke perusahaan rekaman Universal Musik menjadi fokus pemerhati musik di seluruh dunia. Dedengkot grup rock The Police tersebut memang bukan yang pertama melakukannya, namun tetap saja mengejutkan karena dia yang mengawali tahun ini dan nilainya pun sangat besar.
Kesepakatan penjualan seluruh lagu karya Sting dengan Universal Music dicapai pada Kamis 10 Februari 2022. Tidak disebutkan nilai penjualan tersebut, namun menurut estimasi Universal Music setidaknya membayar 300 juta dolar AS atau sekitar Rp4,3 triliun.
Beberapa lagu terkenal karya Sting yang berpindah kepemilikan antara lain Every Breath You Take, Roxxane, Every Little Thing She Does Is Magic, dan If You Love Somebody Set Them Free. Lagu-lagu tersebut melingkupi yang Sting bawakan bersama The Police maupun dalam karier solonya.
Kesepakatan Sting dan Universal Music mencakup hak cipta untuk seluruh lagunya yang berada dalam katalog, sekitar 600 lagu, termasuk royalti sebagai penulis lagu. Itu berarti Universal akan menjadi pihak penerima seluruh pendapatan dari lagu-lagu Sting.
Sting sendiri selama kariernya sering berpindah-pindah perusahaan rekaman. Namun tanpa alasan yang dia rinci, lebih memilik Universal Music ketimbang pesaingnya di industri rekaman seperti Sony Music atau Warner Music.
“Bagi saya, adalah hal yang sangat penting untuk mendapatkan tempat yang bisa menghargai dan menghormati seluruh karya yang sudah saya hasilkan sepanjang karier. Ini berguna tidak hanya untuk menghubungkan dengan penggemar lama melalui cara baru, tetapi juga tentang jalan untuk memperkenalkan karya-karya saya kepada penggemar baru, pemirsa baru, musisi baru, serta generasi masa kini dan mendatang,” kata Sting, pria Inggris bernama asli Gordon Sumner yang saat ini berusia 70 tahun, seperti dikutip New York Times.
Menurut agensi BMI Music, Every Breath You Take yang diciptakan Sting tahun 1983 merupakan lagu dalam katalog tersebut yang paling banyak dimainkan. Penjualan lagu tersebut mencapai lebih dari 14 juta copy.
“Kami merasa terhormat bahwa Sting memilih Universal untuk menerbitkan seluruh hasil karyanya sebagai penulis lagi dan pemusik, baik dalam The Police maupun karier solonya. Ini adalah tanggung jawab besar yang harus kami tangani dengan sungguh-sungguh,” kata Sir Lucian Grainge, CEO Universal Music yang terdaftar sebagai perusahaan dari Amsterdam, Belanda.
Potensi Pasar Era Digital Sangat Besar
Grainge dalam sebuah wawancara dengan The Guardian pada September 2021 mengatakan bahwa potensi pasar musik di era digital tidak main-main. Sebab itu perusahaan-perusahaan rekaman raksasa berlomba-lomba membeli hak cipta karya musisi-musisi kenamaan.
Grainge mengatakan bahwa hingga September 2021, ada potensi pendapatan 45 miliar dolar AS, atau sekitar Rp651 triliun dari penjualan musik secara digital. Itu pun menurutnya belum menjadi puncak karena potensi pasar yang masih sangat besar.
Pemulihan industri musik di era digital yang dipimpin oleh siaran streaming, berpotensi menghasilkan uang jauh lebih besar di masa mendatang. Potensi itu datang dari pendengar masa kini yang sangat akrab dengan perangkat audio digital terbaru, speaker pintar, hingga media sosial seperti TikTok.
Untuk mendongkrak pendapatan, Universal tidak hanya membeli hak cipta pemusik-pemusik veteran semacam Sting. Perusahaan itu juga mengontrak arti-artis masa kini seperti Taylor Swift dan Justin Beiber untuk menggaet kaum milenial hingga generasi setelahnya.
“Untuk Universal Music Group dan industri sejenis, masih banyak lagi kesempatan yang akan datang. Begitu banyak peluang di era digital ini. Tingkat pelayanan industri digital di beberapa negara terbesar belum mencapai titik maksimal. Jadi masih banyak ruang di pasar utama tersebut,” kata Grainge seperti dikutip The Guardian.
Menurut Mark Mulligan seorang analis di Midia Research yang juga dikutip The Guardian, sekitar 10 persen dari hampir 22 miliar dolar AS pendapatan streaming global pada 2020 dihasilkan lewat pembayaran lisensi. Entah lisensi dari platform media sosial macam Facebook, Instagram, dan TikTok, speaker pintar macam Amazon Alexa, game online seperti Peloton dan Fortnite, juga bisnis sepeda.
“Musik sekarang ada di mana-mana. Investor sekarang beramai-ramai membeli katalog musik, untuk kemudian dijual ke pasar di negara-negara berkembang yang pertumbuhannya luar biasa. Itu semua menjadi daya tarik utama bagi investor industri musik, yang sedang dalam pertumbuhan menuju puncak,” ujar Mulligan.
Dari Springsteen Hingga Dylan
Menanggapi tren penjualan katalog lagu-lagu karya pemusik, Majalah Rolling Stone pada awal 2021 mengulas bahwa semua itu dipicu oleh ketidakberdayaan pada musisi dalam menghadapi pandemi COVID-19. Tindakan yang dianggap berlawan dengan intuisi musisi tersebut terpaksa diambil, karena tidak ada pilihan.
Para musisi tidak punya kesempatan untuk tampil naik panggung, apalagi tur dunia. Mereka tidak bisa menghasilkan uang dari tur dunia dan penjualan rekaman, padahal kebutuhan hidup berjalan terus. Sementara karya-karya mereka bernilai sangat tinggi. Maka menjual hak cipta adalah pilihan paling gampang untuk menghasilkan banyak uang.
Pada Desember 2021, Bruce Springsteen menjual katalog karyanya kepada Sony Music dengan nilai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp7,1 triliun. Ahli waris David Bowie juga menjual karya penyanyi rock psikodelik yang sudah almarhum itu ke Warner Music, dengan nilai 250 juta dolar AS atau sekitar Rp 3,6 triliun.
Tahun 2020 pemusik blues kenamaan AS, Bob Dylan menjual katalog berisi 600 lagunya ke Universal Music senilai hampir 400 juta dolar AS, atau sekitar Rp5,7 triliun. Dua lagu Dylan yang sangat terkenal, Knockin’ On Heavens Door dan Blowin' In The Wind juga termasuk yang dijual. Neil Young juga menjual 50 persen karyanya ke Hipgnosis Songs Limited dengan nilai sekitar 150 juta dolar AS, atau Rp2,2 triliun.
“Jika tokoh dunia seperti Donald Trump saat menjadi Presiden Amerika melakukan suatu tindakan gila, maka harga dan konsumsi minyak atau emas di dunia akan terpengaruh. Tidak demikian dengan musik atau lagu, yang akan tetap dilahap orang apa pun yang terjadi di dunia ini,” kata Merck Mercuriadis, CEO Hipgnosis Songs Limited kepada Majalah Rolling Stone.
Penjualan katalog lagu karya pemusik tak hanya dilakukan oleh musisi-musisi tua. Para musisi masa kini seperti Justin Bieber, Taylor Swift, Christina Perri, 50 Cent, Nelly, Skrillex dan banyak lagi juga melakukannya. Semua karena dorongan kebutuhan yang sulit dipenuhi saat pandemi COVID-19.
Rolling Stone memprediksi penjualan karya cipta akan semakin menjadi-jadi di masa datang. Bukan lagi karena kondisi pandemi, namun disebabkan perkembangan teknologi dan kembalinya para raksasa investasi dari Wall Street masuk ke industri musik.
Baca juga:
- Refleksi Kasus Desa Wadas: Ada Eskalasi Konflik Sosial Berkaitan dengan Proyek Strategis Nasional Sepanjang 2020-2021
- Keberhasilan Penelitian Obat Covid-19 adalah Harapan Besar Dunia dalam Menghadapi Wabah Corona
- 6 Tahun Berkalung Ban, Kisah Buaya di Palu yang Mendunia Berakhir Bahagia
- Pemerintah Ingin Realisasikan Minyak Goreng Satu Harga, Faktanya Ada Harga Tak Ada Barang