Atlet Uighur Bawa Obor Olimpiade, Gedung Putih: Tidak Mengalihkan Pelanggaran HAM dan Genosida China
JAKARTA - Pelibatan atlet Uighur oleh China untuk membawa obor Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022, tidak mengalihkan perhatian dari pelanggaran Hak Asasi manusia, genosida yang dilakukan terhadap orang Uighur, sebut juru bicara Gedung Putih Jen Psaki.
Seorang pemain ski lintas alam berusia 20 tahun yang lahir di Xinjiang, Dinigeer Yilamujiang, bersama dengan atlet China lainnya menyalakan kuali Olimpiade pada Hari Jumat, saat upacara pembukaan Olimpiade.
"Kami tidak bisa membiarkan ini menjadi gangguan dari pelanggaran hak asasi manusia, genosida yang kami lihat di beberapa bagian China," kata Psaki dalam jumpa pers, mengutip Reuters 8 Februari.
"Itulah sebabnya, kami tidak mengirim delegasi diplomatik bahkan saat kami mendukung atlet AS kami," sambung Psaki.
Psaki juga ditanya tentang komentar minggu lalu oleh Ketua DPR AS Nancy Pelosi, yang mendesak atlet Olimpiade AS untuk fokus pada kompetisi dan tidak mengambil risiko membuat marah Pemerintah China, dengan berbicara tentang pelanggaran hak asasi manusia.
"Semua atlet memiliki hak untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas dan itulah yang terjadi di Olimpiade Beijing, itu terjadi di mana saja," ujar Psaki sebagai tanggapan.
Diketahui, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberlakukan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin Beijing, terkait perlakuan China terhadap Muslim Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya di wilayah Xinjiang.
Baca juga:
- China Ajari AS untuk Pecahkan Masalah Rudal dan Nuklir Korea Utara, Dubes Zhang Jun: Mereka Harus Fleksibel
- Serukan Boikot, Muslim Uighur di Turki: Olimpiade Ini Bukan di Atas Salju, Tapi di Atas Darah
- Diserbu Pasukan Khusus AS: Pemimpin ISIS Quraishi Bunuh Diri, Empat Wanita dan Enam Anak-anak Tewas
- Superyacht Orang Terkaya di Dunia Jeff Bezos Mau Lewat, Jembatan Bersejarah Rotterdam Bakal Dibongkar
Untuk diketahui, peneliti PBB dan aktivis hak asasi manusia memperkirakan lebih dari satu juta Muslim telah ditahan di kamp-kamp di wilayah Xinjiang, China barat.
Pemerintah China membantah tuduhan tersebut. Sementara, China menolak tuduhan pelecehan, menggambarkan kamp sebagai pusat kejuruan yang dirancang untuk memerangi ekstremisme, dan pada akhir 2019 mengatakan semua orang di kamp telah "lulus".