Diperiksa Komjak, Eks Jamintel Mengaku Pernah Telepon Djoko Tjandra Saat Buron
JAKARTA - Mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung Jan Samuel Maringka mengaku pernah menelepon Djoko Tjandra saat buron. Jan Maringka dua kali menelepon Djoko Tjandra saat dirinya masih menjabat Jamintel.
“Benar kami sudah minta keterangan dari yang bersangkutan dan yang bersangkuta sudah menyampaikan keterangan hari Kamis lalu. Intinya berkomunikasi tanggal 2 dan 4 Juli kalau tidak salah,” ujar Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak dikonfirmasi VOI, Senin, 7 September.
Jan Maringka dalam keterangannya mengaku hanya meminta Djoko Tjandra menyerahkan diri. Saat itu Djoko Tjandra masih berstatus buron dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.
“Intinya adalah memang berdasarkan keterangan yang bersangkutan komunikasi itu dilakukan dalam rangka operasi intelijen untuk memerintahkan supaya oknum terpidana buron ketika itu Joko Tjandra menjalanai dan melaksanakan putusan pengadilan dan dieksekusi,” papar Barita.
Jan Maringka ikut dimutasi dari posisi Jamintel berdasarkan surat keputusan Presiden Nomor 134/TPA Tahun 2020 tanggal 30 Juli 2020 tentang Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kejaksaan Agung. Jamintel kemudian dijabat Sunarta.
Sementara Djoko Tjandra kini menghadapi tiga perkara di Polri dan Kejagung. Di Bareskrim Polri, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yakni pembuatan surat jalan palsu dan penghapusan red notice.
Sedangkan di Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan duit suap ke jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Djoko Tjandra diduga meminta bantuan pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung (MA) agar dirinya tak dieksekusi dalam kasus hak tagih Bank Bali.
“Kepada para tersangka disangka melakukan perbuatan yang ada hubungannya dengan pengurusan fatwa. Kira-kira tersangka JST (Joko Soegiarto Tjandra) ini bagaimana cara mendapatkan fatwa agar tidak dieksekusi. Jadi konspirasinya agar tidak dieksekusi jaksa, minta fatwa ke Mahkamah Agung,” ujar Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono, Kamis, 27 Agustus.
Diduga upaya pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung ini terjadi antara November 2019-Januari 2020. Dari hasil penyidikan, diketahui upaya meminta fatwa agar Djoko Tjandra tak dieksekusi ini gagal.
“Peristiwa itu tidak berhasil,” kata Hari.