Jokowi Sentil Mendagri Soal Penerapan Protokol Kesehatan Cegah Klaster Pilkada
JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memastikan gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Karena pilkada digelar di tengah pandemi COVID-19.
"Saya minta Pak Mendagri urusan yang berkaitan dengan klaster pilkada ini betul-betul diberikan ketegasan betul," kata Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna terkait penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi untuk penguatan reformasi 2021 yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 7 September.
Selain Mendagri, Jokowi juga meminta ketegasan pihak aparat penegak hukum termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait penerapan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya klaster penularan COVID-19 baru, yaitu klaster Pilkada.
"Polri juga berikan ketegasan mengenai ini, aturan main di Pilkada karena jelas di PKPU sudah jelas sekali. Jadi ketegasan Mendagri nanti dengan Bawaslu berikan peringatan keras," tegas Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah meminta agar calon kepala daerah tidak menciptakan kerumunan atau menyebabkan keramaian pada tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020, terutama saat masa pendaftaran calon.
"Pasangan calon agar tidak mengajak massa pendukung dalam jumlah yang besar, tidak menciptakan kerumunan atau arak-arakan massa. Pasangan calon cukup didampingi tim kecil yang menyiapkan dokumen administrasi pendaftaran," kata Tito di Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 3 September.
Menurut Tito, pasangan bakal calon kepala daerah yang ingin mempublikasikan kegiatannya untuk menggunakan media atau secara virtual.
"Masa pendaftaran bakal calon kepala daerah 4-6 September 2020 pukul 24.00 WIB, saya mengingatkan kepada para pasangan calon kepala daerah di 270 daerah untuk patuhi protokol kesehatan COVID-19," kata Tito menegaskan.
Namun, imbauan ini tampaknya tidak diperhatikan oleh calon kepala daerah. Sebab, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Fritz Edward Siregar menyatakan ada 141 bakal pasangan calon yang diduga melanggar protokol pencegahan COVID-19 ketika mendaftar sebagai calon kepala daerah ke KPU daerah masing-masing.
Itu artinya, dugaan pelanggaran protokol kesehatan berupa arak-arakan dan kerumunan dilakukan oleh hampir separuh bakal pasangan calon (bapaslon) dari total 315 pasangan yang mengikuti Pilkada Serentak Lanjutan 2020.
"141 bapaslon tersebut diduga melanggar aturan peraturan KPU yang secara tegas melarang konvoi dan arak-arakan di tengah pandemi COVID-19, kata Fritz, dikutip dari laman resmi Bawaslu, Minggu, 6 September.
37 bakal calon kepala daerah positif COVID-19.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebut, informasi ini diketahui dari penyampaian hasil tes swab PCR dari tiap calon yang menjadi salah satu persyaratan pendaftaran.
"Calon yang dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan swab tesnya sebanyak 37 calon. Bukan pasangan calon, ya. Data ini kami kumpulkan dari 21 provinsi," kata Arief di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin, 7 September.
Sementara, jumlah bapaslon yang diterima pendaftarannya hingga hari Minggu pukul 24.00 sebanyak 687 bapaslon.
Rinciannya, ada 22 bapaslon gubernur dan wakil gubernur, 570 bapaslon bupati dan wakil bupati, dan 95 bapaslon wali kota dan wakil wali kota. Bapaslon tersebut mendaftar di 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.
Lalu, jumlah bakal pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebanyak 626. Sementara, jumlah bakal pasangan calon yang melalui jalur perseorangan sebanyak 61.
"Untuk bakal pasangan calon yang tidak dapat diterima pendaftarannya, kami mengimbau agar tetap menjaga kondisivitas situasi dan selanjutnya mengikuti sebagaimana ketentuan peraturan perundangan yang berlaku," tutur Arief.
Lebih lanjut, Arief menyebut pihaknya kembali membuka masa pendaftaran Pilkada 2020 selama 3 hari di 28 daerah. Sebab, di 28 daerah tersebut baru memiliki satu bakal pasangan calon.
"Untuk daerah yang terdapat 1 bapaslon, KPU akan melakukan atau membuka pendaftaran kembali. Jadi, bisa saja tidak ada yang mendaftar kembali, bisa juga berubah. Finalnya, kita akan tunggu sampai dengan penetapan paslon," ungkapnya.
Sebagai informasi, KPU mewajibkan pasangan calon kepala daerah (cakada) di Pilkada 2020 untuk melakukan tes swab COVID-19 dan menunjukkan hasil negatif sebelum menjalani tes kesehatan sebagai kandidat pilkada.
Jika cakada telah dinyatakan bebas COVID-19 maka mereka bisa menjalani pemeriksaan kesehatan. Sementara, jika cakada dinyatakan positif COVID-19, maka pemeriksaan kesehatan ditunda.
"Kalau calon diindikasi positif, maka pemeriksaan kesehatan ditunda sampai yang bersangkutan selesai menjalani perawatan atau karantina mandiri," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari.
Adapun konsekuensinya, jika proses pemeriksaan kesehatan cakada ditunda, maka ada potensi jadwal penetapannya sebagai calon dan pengundian nomor urut ikut diundur. Dengan begitu, kesempatan waktu untuk kampanye juga berkurang.
"Misalnya, sudah dijadwalkan penetepan pasangan calon 23 September, pada calon yang positif COVID maka kemudian kalo pemeriksaan kesehatannya mundur, maka ada konsekuensi potensi penetapan calonnya mundur. Demikian juga pengundian nomor urutnya juga mundur," tutur Hasyim.