Sebelum Menikah, Perlukah Wanita Menanyakan Keperjakaan Calon Suami?

JAKARTA - Mempertanyakan keperawanan calon istri sebelum menikah rasanya sah-sah saja dilakukan para pria. Status keperawanan sering dijadikan tolak ukur kepribadian wanita yang akan dinikahi. Wanita yang berhasil menjaga keperawanannya sampai dia menikah dianggap wanita baik-baik. Lalu, apa wanita juga punya hak bertanya tentang status keperjakaan calon suaminya?

Bisa jadi pertanyaan tentang keperjakaan suami dianggap pertanyaan lucu. Karena teori-teori pembelajaran sosial digunakan untuk menjelaskan standar ganda. Contohnya adalah remaja perempuan dihukum atau dicela jika melakukan hubungan seks pranikah dengan dianggap perempuan murahan atau diisolasi dari pergaulan. Ini berbeda pada laki-laki, mereka yang tidak perjaka dianggap lelaki popular, keren dan layak dikagumi.

Untuk itu, tanyakan kembali pada diri sendiri terkait niat menanyakan status keperjakaan calon suami. Apakah ini penting? Kenapa Anda penasaran dengan keperjakaan pasangan? Apakah tujuannya untuk mencegah tertular penyakit kelamin? Lalu, siapkah Anda mendengar jawaban suami? dan apakah Anda siap menjawab jika ditanya balik tentang status keperawanan?

(Ramtin Ak/Pexels)

Melansir laman Siap Nikah, Jumat, 4 Februari, sama halnya dengan mempertanyakan keperawanan, calon istri berhak mempertanyakan keperjakaan pasangan. Bertanyalah sebelum menikah agar Anda punya waktu memikirkan kembali kelanjutan hubungan dan kesiapan Anda seandainya calon suami menjawab sudah tidak perjaka.

Agar pembicaraan jadi asyik, bangunlah suasana nyaman dengan pasangan. Kemukakan pertanyaan dengan cara berdialog, bukan interogatif. Dari situ, perhatikan cara pasangan menjawab. Apakah dia tersinggung? atau justru bisa menerima keingintahuan Anda dengan lapang dada. Jika pasangan bersedia jujur, maka dia layak dipertahankan. Ingat, kejujuran dan kepercayaan adalah kunci komitmen pernikahan.

Memang tidak semua orang bisa gamblang mempertanyakan hal terkait keperawanan atau keperjakaan dengan pasangan. Jika Anda mengalami kesulitan bertanya, cobalah buka obrolan dengan topik keperawanan. Anda bisa tanyakan pandangannya tentang keperawanan atau terbuka tentang pandangan Anda sendiri terlebih dahulu.

Menurut ilmu psikologi, seorang pria jika diajak untuk berdiskusi mengenai topik keperjakaan akan terlihat jelas status keperjakaannya dilihat dari cara dia dalam merespon diskusi tersebut.

Jika dia terlihat sangat tertarik atau dia ingin sekali mendapatkan kesaksian terhadap topik yang sedang dibicarakan menandakan bahwa dia masih perjaka namun sebaliknya jika dia menghindar atau mengalihkan pembicaraan dari topik yang sedang dibicarakan, kemungkinan dia sudah tidak perjaka lagi atau dia mempunyai masalah dengan keperjakaannya.

Kalau calon suami sudah tidak perjaka lagi, apa yang harus dilakukan? semua kembali lagi pada Anda. Apakah Anda bisa menerimanya? Apakah Anda melihat calon suami menyesalinya dan berkomitmen untuk menjaga kehormatan kelak setelah menikah?

Kembali ke tujuan pernikahan sebagai tujuan berkeluarga. Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anggota keluarganya. Mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-anak, pembimbingan perkembangan kepribadian anak-anak, dan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarganya.

Jadi sebenarnya, keperawanan dan keperjakaan hanyalah salah satu tolak ukur kecil dibanding kesiapan pasangan sebagai calon ibu atau ayah yang baik. Pernikahan bukan cuma membahas hubungan seksual. Meski penting, namun ada faktor lain yang lebih penting untuk mencapai keharmonisan keluarga, yaitu kenyamanan lahir batin dengan pasangan.