Penggunaan Kendaraan Listrik di G20 Dorong Penerapan Energi Alternatif di Indonesia
JAKARTA - Penggunaan kendaraan listrik pada KTT G20 di Bali diharapkan dapat menjadi awal penggunaan kendaraan berbasis energi alternatif secara luas di Indonesia. Hal ini juga menjadi perhatian serius bagi Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno.
"Penggunaan kendaraan listrik di G20 ini artinya upaya serius Indonesia menunjukkan kepada dunia. Harapannya nanti dapat mendorong penggunaan energi alternatif ke depan," kata Djoko ketika dihubungi Antara di Jakarta, Selasa, 1 Februari.
Djoko mengatakan, peningkatan penggunaan kendaraan yang ramah lingkungan di Indonesia dapat dilakukan dengan sejumlah cara. Selain penggunaan kendaraan berbasis listrik, juga dapat dilakukan melalui penggunaan kendaraan berbahan bakar gas atau tenaga surya.
Menurut dia, penggunaan kendaraan listrik perlu dibarengi dengan upaya menghasilkan listrik dari energi baru terbarukan (EBT) sehingga dapat mengurangi dampak perubahan iklim.
"Kalau kita bicara udara bersih pakainya tenaga surya (solar cell). Kalau kendaraan berbasis listrik tetapi sumber listriknya dari batu bara sama saja energi kotor," ujarnya.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat itu mengapresiasi langkah pemerintah yang mendorong penggunaan kendaraan ramah lingkungan secara luas.
Baca juga:
Namun demikian, diperlukan kebijakan dari hulu ke hilir terkait penggunaan kendaraan listrik, di antaranya harga kendaraan yang relatif mahal, juga ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang dinilai belum memadai.
"Yang paling penting sekarang adalah mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum. Seiring dengan itu dibarengi pilihan jenis kendaraannya, mau listrik atau yang lain," pungkasnya.
Indonesia terpilih sebagai tempat pelaksanaan pertemuan negara-negara kelompok G20 tahun 2022. Perhelatan tingkat dunia itu akan diadakan di Bali, dengan mengangkat salah satu tema pembahasan yakni mewujudkan energi bersih, atau yang dikenal energi baru terbarukan (EBT).
Isu energi bersih dipilih Indonesia karena dunia kini sedang dalam ancaman perubahan iklim dan pemanasan global.