Ribuan Warga Sipil Terjebak di Dalam Kota, Utusan HAM PBB Desak Rezim Militer Myanmar Hentikan Serangan
JAKARTA - Militer Myanmar harus menghentikan serangan di kota Loikaw dan mencabut blokade terhadap mereka yang mencoba melarikan diri, kata seorang penyelidik hak asasi manusia PBB pada Hari Senin, ketika seorang penduduk yang terguncang menggambarkan penembakan terus-menerus dan serangan udara di daerah itu.
Loikaw adalah ibu kota Negara Bagian Kayah di Myanmar timur, yang berbatasan dengan Thailand dan sering mengalami pertempuran sengit antara tentara dan kelompok pemberontak yang menentang kudeta tahun lalu.
Sejak pekan lalu, militer melancarkan serangan udara dan menembakkan artileri ke kota itu, memaksa beberapa ribu penduduk mengungsi, menurut seorang warga dan laporan media.
Dalam sebuah pesan di Twitter, Thomas Andrews, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan penguasa militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing "harus segera menghentikan serangan udara dan darat yang dilakukan pasukan junta di Loikaw" mengutip Reuters 10 Januari.
Blokade yang mencegah orang melarikan diri dari daerah itu juga harus dicabut dan bantuan kemanusiaan diizinkan masuk, katanya.
Seorang juru bicara junta militer tidak menjawab panggilan untuk meminta komentar.
Sementara, seorang penduduk di Loikaw mengatakan pertempuran di pinggiran kota membuat sangat sulit untuk melarikan diri.
"Saya baru saja mempersiapkan mental bahwa saya mungkin akan mati," ujar warga yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Warga mengatakan beberapa orang dengan kendaraan atau sepeda motor berhasil keluar, tetapi banyak orang lain termasuk orang tua atau sakit tidak dapat pergi.
Seorang anggota staf di Shwe Loikaw, sebuah kelompok bantuan di daerah itu, memperkirakan dua pertiga dari populasi berusaha melarikan diri.
"Sekitar 2.000 orang dievakuasi pada Sabtu dan Minggu. Kami mengevakuasi mereka bersama dengan Palang Merah. Hampir setengah dari kota telah melarikan diri dari pertempuran. Meskipun pertempuran terjadi di Mong Lone, Pan Kan dan Ywa Tan Shae, orang-orang dari bagian lain kota juga melarikan diri karena ketakutan," ungkap seorang pekerja amal kepada The Irrawaddy.
Orang-orang yang tetap di kota tinggal di rumah mereka, dan bisnis juga tutup, katanya. Sementara kelompoknya membantu mengevakuasi orang-orang terlantar ke gereja, banyak orang lain juga telah meninggalkan kota sendirian, katanya.
"Orang-orang tidak keluar karena helikopter melayang. Kota ini sepi. Mereka yang tidak dapat melarikan diri tepat waktu tetap berada di rumah mereka. Tapi kami mengevakuasi orang atas permintaan mereka. Kami menjemput mereka di rumah mereka ketika mereka menelepon kami," tambahnya.
Portal berita Myanmar Now pada akhir pekan mengutip kelompok pemberontak mengatakan, empat warga sipil tewas di kota itu.
Terpisah dalam sebuah pernyataan, Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF), salah satu pasukan oposisi utama di daerah itu, mengatakan anggotanya telah menembak jatuh sebuah helikopter tentara dan menewaskan sekitar 30 tentara di Loikaw. Kemudian dikatakan bahwa 8 tentara lainnya telah tewas di kota Demoso di dekatnya. Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi klaim tersebut.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi Februari lalu, memicu protes berbulan-bulan dan tindakan keras berdarah.
Baca juga:
- Belum Dua Tahun, Food Truck yang Jajakan Nasi Goreng hingga Nasi Campur Ini Masuk Tiga Besar Terbaik di Australia
- Belasan Wisatawan Tewas Membeku dalam Kemacetan di Tengah Cuaca Ekstrem, PM Pakistan Perintahkan Penyelidikan
- Ada Varian Omicron, Starbucks Wajibkan Karyawannya Untuk Divaksinasi COVID-19 atau Mengikuti Tes Mingguan
- Presiden Filipina Duterte Perintahkan Aparat Tangkap Warga yang Enggan Divaksin COVID-19 dan Nekat Keluar Rumah
Sejak kudeta, lebih dari 1.400 orang telah tewas dan lebih dari 11.000 ditangkap dalam upaya pasukan keamanan untuk meredam protes, menurut penghitungan oleh kelompok hak Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP). Namun, Militer membantah jumlah korban tewas kelompok itu.
Hingga kini, tidak ada kelompok yang mengeluarkan perkiraan yang dapat diandalkan tentang jumlah orang yang tewas dalam pertempuran antara kelompok pemberontak dan militer.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.