Otoritas China Ancam Denda Walmart karena Diduga Langgar UU Keamanan Siber, Tapi Masalah Sebenarnya Bukan Itu

JAKARTA - Pemerintah China, baru-baru ini memperingatkan Walmart karena diduga melanggar undang-undang keamanan siber. Ini adalah masalah terbaru yang dihadapi perusahaan pengecer asal AS itu yang selama ini sudah menjadi target atas tuduhan beberapa pelanggaran di negara itu. Media lokal melaporkan serangkaian tuduhan ini diduga terkait dengan upaya mereka menghentikan penjualan produk dari Xinjiang.

Polisi di kota Shenzhen, China bagian selatan, menemukan 19 "kerentanan" dalam sistem jaringan Walmart  pada akhir November  2021. Mereka bahkan menuduhnya lambat dalam memperbaiki celah yang ada. China Quality News, yang didukung oleh regulator pasar negara itu, melaporkan hal ini pada Rabu, 5 Januari.

Walmart sudah diperintahkan untuk melakukan perbaikan, kata laporan itu, tanpa menyebutkan denda atau rincian kerentanan yang ada. Namun raksasa ritel dan polisi Shenzhen tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters tetang hal ini pada Jumat, 7 Januari.

Ini menandai serangkaian masalah baru bagi Walmart di China, yang pada bulan lalu telah menghadapi kritik atas apa yang dikatakan media lokal sebagai penghapusan yang disengaja atas produk-produk yang bersumber dari Xinjiang dari aplikasi dan tokonya.

Xinjiang adalah titik konflik yang berkembang antara pemerintah Barat dan China, karena para ahli dan kelompok hak asasi PBB memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama di Uyghur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan di kamp-kamp di sana. Sebaliknya, China telah menolak tuduhan kerja paksa atau pelanggaran lainnya di wilayah barat jauh ini.

Sementara Walmart telah melihat gelombang pembatalan keanggotaan di cabangnya, Sam's Club, di China sejak masalah Xinjiang ini muncul. Badan anti-korupsi China juga menuduh pengecer dan Sam's Club atas  "kebodohan dan kepicikan" mereka.

Meskipun Walmart belum secara terbuka mengomentari hal ini, Reuters melaporkan bahwa seorang eksekutif Sam's Club mengatakan kepada analis melalui telepon bahwa masalah tersebut adalah "kesalahpahaman" dan bahwa tidak ada penghapusan produk-produk yang berasal dari Xinjiang secara sengaja.  

Pada bulan Desember lalu, Sam's Club juga didenda 10.000 yuan (Rp22,4 juta) di Shanghai oleh regulator pasar kota tersebut karena melanggar undang-undang keamanan pangan setelah mereka menemukan bahwa produk sayuran beku mereka tidak memiliki tanggal produksi atau kadaluwarsa, menurut laporan media lokal yang terpisah.