Jacob Blake, Pria Kulit Hitam AS Lumpuh Setelah Ditembaki Polisi

JAKARTA - Jacob Blake, seorang pria kulit hitam yang dihujani timah panas oleh polisi di Kenosha, Wisconsin, Amerika Serikat (AS) mengalami kelumpuhan. Keluarganya mengaku kini mereka hanya bisa mengharapkan keajaiban untuk Jacob.

"Ini akan membutuhkan keajaiban bagi Jacob Blake Jr. untuk bisa berjalan lagi," kata Benjamin Crump, salah seorang pengacara keluarga Blake. 

Melansir CNN, Rabu 26 Agustus, pria kulit hitam berusia 29 tahun tersebut menjalani operasi pada Selasa 26 Agustus sore, dua hari setelah polisi menembaknya dari jarak dekat. Jacob ditembaki ketika dia hendak memasuki mobil SUV.

Di dalam kendaraan itu ada putranya yang berusia 3, 5, dan 8 tahun. Ayah Jacob Blake, Jacob Blake Sr, menggambarkan penembakan itu sebagai percobaan pembunuhan yang tidak masuk akal.

"Mereka menembak anak saya tujuh kali. Tujuh kali seolah dia tidak penting, tapi anak saya penting," kata Jacob Blake Sr. "Dia manusia dan dia penting."

Blake menderita banyak luka, termasuk luka tembak di lengan, kerusakan pada ginjal, hati, dan sumsum tulang belakangnya. Hal tersebut dijelaskan langsung oleh seorang pengacara keluarga lainnya, Patrick Salvi Jr. 

"Dia memiliki peluru yang menembus sebagian atau seluruh sumsum tulang belakangnya, setidaknya satu peluru. Dia memiliki lubang di perutnya. Dia harus mengeluarkan hampir seluruh usus besar dan usus kecilnya," tambah Salvi mengatakan keluarga itu akan mengajukan gugatan perdata terhadap departemen kepolisian atas penembakan tersebut.

Sebuah video berdurasi 24 detik menunjukkan Blake berkelahi dengan petugas polisi di belakang SUV-nya saat sekelompok orang mengelilingi mereka. Blake kemudian berjalan mengitari bagian depan kendaraan diikuti oleh dua petugas kepolisian dan mendekati pintu pengemudi beberapa saat sebelum penembakan.

Tidak jelas apa yang mendorong interaksi tersebut, tetapi video tersebut menunjukkan sudut pandang baru.

"Semua cucu saya bertanya berulang kali, 'Mengapa polisi menembak ayah dari belakang?'" kata Jacob Blake Sr.

Penembakan itu memicu protes dan kerusuhan di negara bagian itu. Hal tersebut mendorong Gubernur Wisconsin Tony Evers untuk mengumumkan keadaan darurat.

Pemerintah Wisconsin juga menempatkan 125 tentara Pengawal Nasional Wisconsin ke Kenosha. Otoritas Kenosha juga menerapkan jam malam yang dimulai dari pukul 8 malam. Sheriff David Beth meminta "masyarakat untuk menjauhi jalanan demi keselamatan mereka."

Demo Besar-besaran

Setelah demonstran membakar mobil dan gedung-gedung pada Senin 24 Agustus malam, ibu dari Jacob Blake, Julia Jackson, menyerukan agar protes dilakukan secara damai. Ia mengatakan bahwa putranya tidak akan senang dengan "kekerasan dan kehancuran".

Julia Jackson juga mengatakan kerusakan di kota tidak mencerminkan anak atau keluarganya. Dia meminta doa tidak hanya untuk putranya, tetapi untuk kesembuhan di seluruh negeri.

"Jelas Anda dapat melihatnya sekarang bahwa saya memiliki kulit cokelat yang indah, tetapi lihat tangan Anda dan apa pun bayangannya, itu juga indah," kata Jackson. "Beraninya kita membenci diri kita sendiri. Kita adalah manusia."

“Tidak ada yang lebih unggul dari yang lain. Yang tertinggi hanya Tuhan. Mari kita mulai berdoa untuk kesembuhan bagi bangsa kita. Kita ini Amerika Serikat, sudahkah kita berserikat?” tambahnya.

Satuan polisi setempat telah mendesak masyarakat untuk menahan penilaian sampai penyelidikan selesai. Penembakan itu terjadi ketika para demonstran terus mengecam kekerasan polisi di kota-kota di AS, termasuk yang menewaskan George Floyd dan Breonna Taylor.

Malam sebelum penembakan Blake, protes meletus di Lafayette, Louisiana, setelah polisi dilaporkan membunuh seorang pria kulit hitam bernama Trayford Pellerin di halaman sebuah toserba.

"Jika kita tidak memiliki reformasi sistematis yang dituntut saat ini di AS, maka kita akan terus melihat tagar demi tagar, protes demi protes, dan kota-kota terbakar di seluruh Amerika," kata Crump.

Beberapa pertokoan terbakar di Kenosha dan Evers memanggil Garda Nasional untuk membantu "melindungi infrastruktur penting." Evers mengatakan bahwa protes adalah bagian penting dari demokrasi tetapi masih ada pilihan untuk pertemuan damai. Demonstrasi yang disertai dengan kekerasan dapat membahayakan individu, keluarga, dan bisnis, kata Evers.