Kemenkominfo Telusuri Data Pasien COVID-19 di Kemenkes Diduga Bocor

JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) merespons terkait kebocoran data pasien COVID-19 yang berada di server Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kini pihaknya telah memulai proses penelusuran.

Juru bicara Kemenkominfo, Dedy Permadi mengatakan, Menteri Kominfo, Johnny G. Plate  meminta jajarannya untuk mengidentifikasi masalah tersebut lebih lanjut, tentunya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Merespons pemberitaan yang beredar terkait dugaan kebocoran data pasien yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Menteri Kominfo Johnny G. Plate telah memerintahkan jajaran terkait untuk berkomunikasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan dan memulai proses penelusuran lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ungkap Dedy dalam keterangan tertulis yang dikutip VOI, Kamis, 6 Januari.

Dedy menuturkan, sementara itu Kemenkes juga tengah melakukan langkah-langkah internal merespons dugaan kebocoran yang terjadi, "Termasuk salah satunya melakukan koordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," ujar Dedy.

Untuk mencegah hal ini terulang, Kemenkominfo dikatakan Dedy, meminta seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) baik publik maupun privat yang mengelola data pribadi untuk secara serius memerhatikan kelayakan.

"(Serta) keandalan pemrosesan data pribadi yang dilakukan oleh PSE terkait baik dari aspek teknologi, tata kelola, dan sumber daya manusia," tegas Dedy.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 6 juta data pasien rumah sakit di Indonesia berhasil diretas oleh pelaku yang belum diketahui identitasnya, data yang diduga berisi pasien COVID-19 tersebut kemudian ia jual di Raid Forums secara online.

Menurut unggahan akun Twitter @Dynbnyy yang pertama kali mengetahui hal ini, data pasien itu diambil dari server pusat Kemenkes dengan total 720 GB.

Data tersebut meliputi data pribadi, rontgen, USG, hingga video medis pasien. Pelaku juga dikabarkan memberikan bukti sampel data medis elektrokardiografi, laboratorium, dan radiologi.

Pelaku peretasan mengaku menjual data ini hanya untuk satu atau dua orang saja dalam bentuk mata uang kripto seperti Bitcoin senilai 150.000 dolar AS atau setara Rp2,15 miliar.