Situs Berita dan Stasiun TV Milik Konglomerat Impreza Terkena Serangan Ransomware dari Kelompok Lapsus$
JAKARTA - Situs web salah satu surat kabar terbesar dan stasiun penyiaran utama di Portugal, yang keduanya dimiliki oleh konglomerat media terbesar di negara itu, Impresa, padam pada Senin 3 Januari. Ini terjadi setelah adanya terkena serangan ransomware oleh peretas selama akhir pekan lalu.
Surat kabar Expresso dan stasiun TV SIC, keduanya melaporkan insiden tersebut ke badan polisi investigasi kriminal PJ dan Pusat Keamanan Siber Nasional (CNCS) dan akan mengajukan pengaduan atas serangan itu.
Terduga peretas, yang menyebut diri mereka Grup Lapsus$, menerbitkan pesan di situs web yang mengatakan data internal akan bocor jika grup media gagal membayar uang tebusan. Pesan itu termasuk email dan info kontak Telegram sang peretas. Namun kelompok itu tidak segera membalas permintaan komentar dari Reuters.
Lapsus$, yang mengklaim mendapatkan akses ke akun Amazon Web Services Impresa, juga mengirim email phishing ke pelanggan Expresso dan men-tweet dari akun Twitter terverifikasi surat kabar itu.
Kelompok yang sama diduga meretas situs web Kementerian Kesehatan Brasil bulan lalu, dan melumpuhkan beberapa sistem, termasuk satu dengan informasi tentang program imunisasi nasional dan yang lain digunakan untuk mengeluarkan sertifikat vaksinasi digital.
Baca juga:
- Supaya Awet dan Tidak Gampang Rusak, Rawat Kabel Charger Ponsel Anda Menggunakan Tips Ini
- Fitur Baru Microsoft Teams Awal Tahun Ini, Bikin Rapat Makin Nyaman!
- Beda dengan Android, Begini Cara Menghidupkan Tethering WiFi Hotspot di iPhone
- Update Aplikasi Finder di macOS Monterey, Bisa Konversi Image dengan Mudah dan Cepat
Koordinator CNCS, Lino Santos, mengatakan kepada surat kabar Observador bahwa ini adalah pertama kalinya kelompok itu melancarkan serangan di negara itu.
Situs web Expresso dan SIC sendiri telah offline sejak hari Minggu, 2 Januari, dengan halaman yang menampilkan pesan yang mengatakan bahwa mereka "sementara tidak tersedia" setelah serangan dan akan kembali "sesegera mungkin".
Sementara itu, kedua organisasi media ini terpaksa hanya menerbitkan berita di saluran media sosial mereka. Mereka menggambarkannya sebagai "serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap kebebasan pers di era digital".