Pemberontakan Nat Turner di Virginia: Salah Satu Gerakan Paling Berdarah dalam Sejarah Perbudakan AS
JAKARTA - Perjuangan kaum budak kulit hitam Amerika Serikat (AS) punya akar sejarah yang panjang. Salah satunya adalah gerakan Nat Turner di Virginia. Aksi tersebut merupakan yang paling berdarah dalam sejarah perbudakan AS.
Nat Turner yang merupakan seorang budak hitam percaya dirinya dipilih Tuhan untuk memimpin golongannya keluar dari perbudakan. Untuk mengakhiri penderitaan tersebut ia merasa perlu melancarkan sebuah pemberontakan berdarah di Southampton County, Virginia Amerika Serikat.
Melansir History, Turner yang juga merupakan seorang pengkhotbah Kristen, berencana untuk mengambil alih gudang senjata di Jerusalem yang sekarang dikenal sebagai Courtland, Virginia. Ia lalu melakukan perjalanan sejauh 30 mil ke Rawa Dismal.
Dengan tujuh pengikut seadanya, Turner menghabisi pemilik gudang senjata Joseph Travis beserta keluarganya. Ia kemudian melarikan diri ke pedesaan untuk mengumpulkan ratusan budak untuk memberontak dalam perjalanannya ke Jerusalem.
Hari ini 21 Agustus dua abad lalu atau pada 1831 pemberontakan dimulai. Selama dua hari dua malam, Turner dan 75 pengikutnya membalaskan dendamnya di Southampton County. Ia membunuh sekitar 60 orang kulit putih.
Orang-orang kulit putih bersama militer lokal yang terdiri dari sekitar 3.000 orang lalu melawan mereka. Mereka berhasil memadamkan pemberontakan dalam waktu 48 jam saja.
Turner dan semua pengikutnya dibubarkan, ditangkap dan dibunuh. Namun Turner sempat bersembunyi di daerah Rawa Dismal selama hampir dua bulan. Akhirnya ia ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang pemburu pada tanggal 30 Oktober.
Setelah ditangkap dan mengakui perbuatannya tanpa menunjukkan rasa penyesalan, ia dijatuhi hukuman mati. Turner dieksekusi pada 11 November di Jerusalem.
Semakin brutal
Menurut Oxford University Press Pemberontakan Nat Turner merupakan salah satu yang paling berdarah dan efektif dalam sejarah Amerika. Hal ini memicu ketakutan di Virginia yang akhirnya menyebar ke seluruh wilayah Selatan dan memicu datangnya Perang Saudara.
Setelah pemberontakan, banyak negara bagian Selatan termasuk Carolina Utara memperketat pembatasan terhadap orang Afrika-Amerika. Kecurigaan pun muncul sampai banyak budak yang digantung tanpa sebab, meskipun mereka tak terlibat dalam pemberontakan.
Baca juga:
Pemberontakan ini bisa dibilang paling menentukan, namun sayangnya masih sangat jauh untuk mengakhiri perbudakan. Gerakannya justru malah mendorong terciptanya Undang-Undang yang menindas.
Dalam undang-undang itu para budak kulit dilarang berserikat apalagi membuat pergerakan. Dan yang terparah ada aturan yang melarang pendidikan untuk para budak.