Diplomasi Lunak Indonesia yang Terusik dengan Peristiwa Uighur
JAKARTA - Konflik di Xinjiang telah memancing mata internasional untuk menyoroti dugaan pelanggaran HAM yang harus dialami etnis muslim Uighur. Berbagai aksi penindasan yang menyayat hati terus dialami muslim Uighur yang berada di kamp penampungan di Negeri China.
Pemerintah Indonesia melalui Menko Polhukam Mahfud MD juga telah menyampaikan sikapnya terkait polemik muslim Uighur di China. Dalam pertemuannya dengan duta besar China untuk Indonesia Xiao Qian, Mahfud MD menyampaikan rasa keberatan masyarakat Indonesia yang terusik dengan kejadian kemanusiaan dialami etnis Uighur.
"Saya sudah panggil dubes China, saya katakan orang Islam Indonesia agak terusik dengan peristiwa Uighur ini," kata Mahfud, di acara refleksi akhir tahun, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Desember.
Mahfud juga menjelaskan alasan mengapa pemerintah Indonesia tidak bisa begitu saja mencampuri masalah dalam negeri China, terkait etnis muslim Uighur. Selain untuk menghormati hubungan internasional kedua negara, pemerintah juga sudah meminta Dubes China untuk Indonesia menjelaskan akar permasalahan yang terjadi di Xinjiang.
Baca juga:
Sejak lama, berbagai kelompok masyarakat pun ikut andil dalam hal ini, mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), hingga organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan seperti Muhammadiyah menyoroti masalah yang dialami etnis Uighur. Mahfud meyakini, persoalan ini memang tak bisa diabaikan hanya saja akar dari masalah itu juga harus diketahui.
"Kok di Uighur seperti itu?. Lalu dia (dubes China) memberi penjelasan Uighur itu apa. Oh kalau gitu kami tidak ikut campur. Ini namanya diplomasi. Diplomasi lunak. Bukan diplomasi megafon. Itu ya soal Uighur," paparnya.
Dirangkum dari Tempo.co, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan pemerintah Indonesia tidak ikut campur soal muslim Uighur. Moeldoko menegaskan tiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warganya.
Menurut Moeldoko, pemerintah Indonesia tidak memasuki urusan negara lain. "Setiap negara memiliki kedaulatan untuk mengatur warga negaranya. Jadi pemerintah RI tidak ikut campur dalam urusan negara China mengatur dalam negeri," ujar Moeldoko di kantornya, Senin, 23 Desember.
Membawa Isu Etnis Uighur ke PBB
Memang sikap pemerintah Indonesia yang tidak ingin ikut campur urusan dalam negeri China terhadap etnis Muslim Uighur menuai kritikan. Namun bukan berarti Indonesia tidak tutup mata perihal pelanggaran HAM yang dialami Muslim Uighur.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof Hikmahanto Juwana, mengatakan pemerintah Indonesia bisa membawa isu dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami muslim Uighur ke PBB. Hal ini termasuk kewajiban Indonesia sebagai salah satu anggota PBB untuk mengusulkan ke Majelis Umum, Dewan Keamanan, atau Dewan HAM atas dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat.
"Adalah kewajiban bagi semua negara menurut hukum internasional (erga omnes) untuk memiliki kepedulian terhadap pelanggaran HAM berat. Termasuk untuk melakukan verifikasi atas kebenaran terjadinya pelanggaran HAM berat," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya.
"Oleh karenanya, bila Indonesia membawa isu dugaan pelanggaran HAM berat ke berbagai organ di lingkungan PBB terhadap dugaan pelanggaran HAM berat atas muslim Uighur, hal tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban Indonesia sebagai salah satu masyarakat internasional," lanjutnya.