Pejabat Diminta Laporkan Harta Kekayaan, Wakil Ketua KPK: Kalau Tidak Mau Lebih Baik Berhenti!

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan para penyelenggara negara harus melaporkan harta kekayaannya. Pelaporan ini adalah bentuk transparansi dan bagi yang tak mau melapor sebaiknya mundur dari jabatannya.

Hal ini disampaikan Alexander saat menyampaikan apresiasi kepada peraih penghargaan Wajib Lapor Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Inspiratif 2021. Kegiatan ini dilakukan sebagai salah satu rangkaian peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini.

"Transparansi sebagai pejabat publik harus dipegang. Kalau tidak mau melaporkan harta sebagaimana diamanahkan oleh undang-undang, lebih baik berhenti sebagai penyelenggara negara," kata Alexander dalam kegiatan yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Senin, 6 Desember.

Alexander mengapresiasi para penyelenggara negara yang telah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. "Saya atas nama Pimpinan KPK mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para penerima penghargaan wajib lapor dan Unit Pengelola LHKPN," ujarnya.

Dia mengatakan adanya pelaporan ini diharap membuat pejabat berpikir berulang kali sebelum melakukan korupsi. Apalagi, harta mereka kini dimonitor dan dapat diakses secara terbuka oleh publik.

Tak hanya itu, Alexander juga meminta para pemimpin instansi dapat memberikan sanksi tegas bagi anak buahnya yang belum melaporkan harta kekayaannya.

Terkait pemberian penghargaan ini penyelenggara yang terpilih bukan hanya mereka yang telah menjalankan kewajiban melaporkan hartanya. Alexander mengatakan, para penghargaan ini adalah mereka yang telah menunjukkan komitmen dan tanggung jawab moral dalam mencegah perilaku koruptif.

Ada pun para peraih penghargaan tersebut dipilih dari 370 ribu wajib lapor yang terdaftar. Mereka adalah Canna Divertana Hernama, Project Director 8 Daerah Operasi 8 Surabaya PT Kereta Api Indonesia (Persero). Dia tercatat telah melaporkan LHKPN sebanyak 14 kali sejak 2010.

Robert Leonard Marbun, Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Badan Koordinasi Penanaman Modal, melaporkan LHKPN 13 kali sejak 2007. Ketiga, Syamsuar, Gubernur Riau Periode 2019-2024, melaporkan LHKPN 13 kali sejak 2003.

Keempat, Musthofa, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Periode 2019-2024, melaporkan LHKPN 13 kali sejak 2003. Kelima, M. Rizal Effendi, Wali Kota Balikpapan Periode 2011-2016 dan 2016-2021 yang telah melaporkan LHKPN 13 kali sejak 2002.

Terakhir, Ahmad Shalihin, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh, melaporkan LHKPN 12 kali sejak 2002.

Selain itu, KPK uga memberikan apresiasi kepada beberapa instansi atas komitmennya mendorong kepatuhan lapor. Pertama, kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas diterbitkannya Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, sehingga pelaporan LHKPN DPR dan DPRD tahun 2019 mencapai 100 persen.

Apresiasi kedua diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Boyolali dan DPRD Kabupaten Boyolali yang bersama-sama menjadi Instansi tercepat dalam mencapai kepatuhan LHKPN 100 persen secara lengkap pada tanggal 1 Januari 2021 meskipun tenggat waktu pelaporan periodik jatuh pada 31 Maret 2021.

Terakhir, apresiasi diberikan kepada para mitra kerja KPK atas dukungan dan kontribusi dalam melakukan verifikasi dan pemeriksaan LHKPN yaitu OJK, Kementerian ATR/BPN, PPATK, Dukcapil, Kementerian Dalam Negeri, Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, Perbanas, Asbanda, Perbina, KSEI, AAJI, serta OPD pada Pemerintah Daerah yang mengelola Pendapatan.

Sebelum menutup pernyataannya, Alex mengingatkan mulai 1 Januari mendatang, pelaporan LHKPN periode 2021 akan dibuka. Ia berharap jangan ada lagi pejabat yang tidak melaporkan kekayaannya.

"Kami mengimbau agar Wajib LHKPN di seluruh Indonesia untuk tetap patuh dalam melaporkan harta kekayaannya kepada KPK melalui aplikasi e-LHKPN,” pungkasnya.