Mengenal Kamala Harris, Calon Wakil Presiden Joe Biden yang Membuat Kubu Trump Ketakutan
JAKARTA - Bukan hanya wanita kulit hitam pertama, Kamala Harris juga orang India-Amerika pertama yang ikut dalam Pemilihan Umum Amerika Serikat (Pemilu AS). Majunya Kamala Harris sebagai calon wakil presiden pendamping Joe Biden membuat kubu Donald Trump-Mike Pence ketakutan.
Ibu kandung Harris, Shyamala Gopalan lahir di Chennai dan berimigrasi ke AS untuk mengikuti program doktoral di UC Berkeley. Seperti Barack Obama, warisan ras campuran memungkinkan Harris terhubung lintas identitas dan menjangkau banyak audiens.
Setelah perceraian orang tuanya, Harris dibesarkan oleh ibunya seorang. Dia juga kerap ikut ibunya saat berkunjung ke India. Tetapi Harris mengatakan ibunya juga mengadopsi budaya kulit hitam di Oakland. Dan dia tumbuh dewasa dengan budaya tersebut.
"Ibuku tahu bahwa tanah air angkatnya akan melihat Maya (adik Harris) dan saya sebagai gadis kulit hitam. Dan dia bertekad untuk memastikan kami akan tumbuh menjadi wanita kulit hitam yang percaya diri dan bangga," tulis Harris pada autobiografi berjudul The Truths We Hold.
Kamala Harris berkuliah di AS, menghabiskan empat tahun di Howard University, salah satu perguruan tinggi dan universitas kulit hitam terkemuka dalam sejarah bangsa. Ia menggambarkan hidupnya di bangku kuliah sebagai salah satu pengalaman paling formatif dalam hidupnya. Harris mengaku selalu nyaman dengan identitasnya dan hanya menggambarkan dirinya sebagai "orang Amerika."
Pada 2019, dia mengatakan bahwa politisi tidak boleh masuk ke dalam kompartemen karena warna kulit atau latar belakang mereka. "Maksud saya adalah, 'Saya adalah siapa saya. Saya baik-baik saja akan hal itu. Anda mungkin perlu mencari tahu, tapi saya baik-baik saja dengan itu,'" katanya, dikutip BBC, Rabu, 12 Agustus.
Solidaritasnya terhadap sesama kulit hitam juga ditunjukkan di hari-hari setelah George Floyd meninggal di tangan polisi di Minneapolis pada Mei. Kematian George Floyd memicu perbincangan nasional tentang ras, Harris bergabung dengan pengunjuk rasa di jalan-jalan Washington DC.
Harris bersama dengan Senator Cory Booker, seorang Afrika-Amerika, menjadi pendorong Partai Demokrat untuk memerangi pelanggaran polisi. Mereka juga memimpin penolakan langkah reformasi polisi yang dilakukan Partai Republik yang dianggap sebagai "basa-basi."
Ketakutan kubu Trump
Pada 2019, Kamala Harris melonjak ke depan kerumunan kandidat di belakang serangkaian pertunjukan debat yang kuat. Ia melontarkan kritik pedas terhadap saingannya, Joe Biden. Namun, kini Harris bergandengan tangan dengan Biden untuk melawan kandidat lainnya yaitu Donald Trump dan Mike Pence.
Penunjukan Harris sebagai wakil Biden disambut getir rivalnya. Tim penasihat kampanye Trump mengaku tak menyukai pilihan Biden. Beberapa penasihat kampanye Trump mengatakan mereka lebih suka melihat Biden memilih kandidat lain, seperti Susan Rice dan Karen Bass. Tak seperti Harris, dua nama itu dipandang sebagai penangkal kontroversi.
Para penasihat khawatir pemilihan Harris berisiko mengganggu strategi resmi kampanye Trump. Harris dikhawatirkan akan menyoroti sejarah retorika rasis dan seksis Trump. Padahal saat ini Trump tengah berusaha keras untuk memenangi kembali pemilih yang dimatikan oleh isu-isu tersebut itu.
Baca juga:
Harris, secara luas juga dipandang sebagai politisi kiri-tengah yang telah menghadapi kritik dari sayap kiri Partai Demokrat karena dianggap tidak cukup progresif. Hal tersebut memperumit upaya kampanye Trump untuk menggambarkan Biden dan pemilihan wakil presidennya sebagai anggota "kiri radikal".
Penasihat senior politik Trump memperkirakan timnya akan kesulitan membentuk citra Harris di mata para pemilih. Berdasar sifatnya, Harris adalah pilihan bersejarah yang mengesankan bagi setiap pemilih di jalur kampanye. Sikapnya saat menginterogasi Jaksa Agung William Barr dan Hakim Agung Brett Kavanaugh saat bersaksi di Capitol Hill jadi sorotan. Dalam momen itu, Harris menunjukkan citra betapa kuat dan tegasnya ia.
Harris sering mengatakan bahwa identitas yang ia miliki membuatnya secara unik cocok untuk mewakili mereka yang terpinggirkan. Sekarang Biden memutuskan menjadikan Harris sebagai pasangannya. Dan Harris mungkin akan mendapat kesempatan untuk membela kaum yang terpinggirkan dari Gedung Putih.