Sinergi Pemerintah, BI, dan OJK Harus Dimaksimalkan Agar KUR Tepat Sasaran
JAKARTA - Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dinilai perlu lebih banyak untuk disosialisasikan agar warga di berbagai daerah tidak sampai terjerat ke dalam beragam bentuk pinjaman ilegal seperti utang piutang melalui jaringan daring yang memiliki suku bunga tinggi.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mengatakan, KUR sangat penting untuk menumbuhkembangkan UMKM sehingga perlu lebih banyak disosialisasikan kepada kalangan masyarakat yang memerlukan permodalan.
"Jangan sampai masyarakat yang tidak terserap KUR malah lari ke perusahaan finansial yang bunganya lebih tinggi dan malah menjerat mereka," kata Heri dalam keterangan yang diterima, Senin 23 Desember.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah pusat juga diharapkan bisa meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mensosialisasikan dan mengawasi pelaksanaan aturan penyaluran KUR tanpa agunan melalui perbankan.
Politisi Gerindra itu menyatakan, perbankan di setiap daerah juga harus diberikan penjelasan dan pemahaman yang komprehensif, agar penyaluran KUR sesuai aturan dan tepat sasaran, termasuk mencegah salah penetapan bunga pada pinjaman di atas KUR tanpa agunan.
"Aturan main harus tegas dari pemerintah berkoordinasi antara BI dan OJK untuk dapat duduk bersama, agar aturan main yang dikeluarkan bisa ditangkap utuh di cabang atau wilayah masing-masing," ucapnya.
Ia juga meminta supaya OJK melakukan pengawasan maksimal terhadap pertumbuhan perusahaan finansial teknologi atau fintech untuk mengantisipasi sasaran KUR tanpa agunan, beralih ke fintech dengan bunga yang tinggi.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan menilai program KUR yang dilakukan Bank-Bank BUMN di Indonesia perlu ditingkatkan monitoring dan evaluasi distribusinya.
"KUR ini efektif menjangkau UMKM dan pembangunan nasional tercapai, jadi DPR memandang perlu ditingkatkan kualitas penyaluran kreditnya dan juga perlu supervisi soal lebih menyeluruh," katanya.
Menurut politisi PKB itu, KUR telah menjadi andalan UMKM dalam mengembangkan usahanya, sehingga pengelolaannya pun perlu dilakukan lebih baik lagi, serta jumlahnya juga layak ditingkatkan.
Ia berpendapat bahwa pembentukan Badan KUR Nasional dapat menjadi salah satu cara agar penyaluran KUR bisa lebih tepat sasaran, terutama menyasar hingga desa-desa.
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mencatat realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sepanjang tahun ini telah mencapai Rp 127,3 triliun. Realisasi tersebut memenuhi 90,9 persen dari target penyaluran sebesar Rp 140 triliun untuk 2019.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menyebut, penyaluran KUR sepanjang tahun ini terbilang sangat baik. “Ini tecermin dari tingkat rasio kredit macet (NPL) KUR yang rendah, yaitu hanya 1,26 persen,” tuturnya.
Adapun, secara akumulatif sejak 2015 hingga Oktober 2019, KUR sudah tersalurkan kepada 18,3 juta debitur atau 12 juta berdasarkan NIK dengan total plafon mencapai Rp 460,62 triliun.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah akan terus memacu penyaluran KUR sebagai upaya mengembangkan UMKM dan kontribusinya terhadap pertumbuhan serta pemerataan ekonomi secara nasional.
Salah satu caranya dengan menurunkan tingkat suku bunga KUR dari 7 persen menjadi 6 persen di 2020. Penurunan suku bunga diikuti dengan target peningkatan volume penyaluran KUR sebesar 36% menjadi Rp 190 triliun di tahun depan.
“Targetnya penyaluran KUR ini dapat terus meningkat hingga mencapai Rp 325 triliun pada 2024,” ujar Airlangga.
Pemerintah juga menaikkan maksimum plafon KUR mikro dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta per debitur, serta total akumulasi plaforn KUR Mikro sektor perdagangan dari Rp 100 juta menjadi Rp 200 juta di tahun 2020.
Airlangga berharap, perubahan kebijakan KUR tersebut dapat membuka kesempatan dan akses pembiayaan untuk UMKM dari lembaga keuangan formal dengan lebih mudah, murah, dan cepat.
Begitu juga dengan kemudahan pembiayaan lainnya untuk usaha mikro yang belum layak bank (unbankable) hingga usaha menengah yang telah bankable, mulai dari Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dari BUMN, pembiayaan Mekaar dari PT PNM, Dana Bergulir LPDB, Bank Wakaf Mikro (BWF), pembiayaan usaha ultra-mikro Kementerian Keuangan.