Lagi, Pantai Bintan Kembali Tercemar Limbah Minyak
BINTAN - Sejumlah pantai di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau yang merupakan kawasan pariwisata kembali tercemar limbah minyak yang diduga berasal dari kapal.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Bintan Syukur Haryanto alias Buyung Adly, menduga limbah minyak itu berasal dari kapal asing yang membuang sisa atau kerak minyak dari dalam tangki kapal.
Limbah itu dimasukkan dalam karung, kemudian dibuang di Out Port Limited (OPL) di perbatasan perairan Kepri dengan Singapura. Saat musim angin utara, seperti saat ini, limbah minyak itu kembali dibawa arus ke bibir pantai di Bintan.
"Peristiwa ini bukan pertama kali terjadi, melainkan sudah beberapa tahun lalu. Namun, sampai sekarang masih terjadi. Kami minta aparat penegak hukum untuk menindaknya," katanya.
Buyung mengemukakan limbah minyak itu merusak karang dan ekosistem di perairan. Selain itu, pantai yang dijadikan sebagai objek wisata seperti di Lagoi dan Trikora juga menjadi tercemar.
Baca juga:
- KPK Telisik Keterlibatan Aliza Gunado yang Jadi Orang Kepercayaan Azis Syamsuddin
- Azis Syamsuddin Bantah Saksi di Persidangan, KPK: Keterangan Palsu Ada Sanksinya
- KPK: Bantahan Azis Syamsuddin Tak Pengaruhi Dakwaan Stepanus Robin
- Hakim Ragukan Kebaikan Azis Syamsuddin: Bantu Warga Kebanjiran Itu Wajar, Tapi Pinjami Penyidik KPK Rp200 Juta Mikir juga Kami
Wisatawan kerap mengeluhkan kakinya terkena limbah oli itu, dan sulit dibersihkan. "Pengusaha pariwisata menjadi semakin sulit di masa pandemi ini karena berhadapan lagi dengan permasalahan baru," ujarnya.
Menurut dia, limbah minyak ini juga menurunkan pendapatan nelayan karena hasil tangkapan ikan menjadi berkurang. Nelayan kerap mengeluhkan permasalahan limbah minyak yang tidak kunjung selesai.
"Banyak kerugian yang negara alami, dan yang paling merasakan langsung dampak buruknya adalah nelayan," ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata Kepri Bulalimar mengatakan pihaknya akan melaporkan permasalahan itu kepada instansi terkait, karena mencemari pantai di kawasan pariwisata.
"Pengusaha pariwisata tentu merasa resah, dan dirugikan. Kami berharap permasalahan ini segera tuntas," katanya.