PWNU Jatim Nyatakan Cryptocurrency Haram
SURABAYA - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan Cryptocurrency haram. Keputusan ini hasil Bahtsul Masail yang digelar dua pekan lalu.
"Setelah kami kami dengan sudut pandang Sil'ah atau Mabi' dalam hukum Islam atau fikih, hasilnya Cryptocurrency hukumnya haram," kata Sekretaris LBM NU Jatim, Muhammad Anas, saat jumpa pers di PWNU Jatim, Selasa, 2 November.
Anas menjelaskan, Sil'ah secara bahasa sama dengan Mabi', yaitu barang atau komoditas yang bisa diakadi dengan akad jual beli. Hal itu seperti dijelaskan di dalam kitab Mu'jam Lughati al-Fuqaha, Juz 2, Halaman 401: al-mabi': as-sil'atu allatii jaraa 'alaihaa 'aqdu al-bai'i (Mabi' adalah komoditas yang bisa menerima berlakunya akad jual beli).
Dalam hukum Islam, lanjut Anas, ada tujuh syarat barang atau komoditas boleh diperjualbelikan. Pertama, barang tersebut harus suci (mafhumnya, barang bisa diketahui suci atau tidak bila fisiknya nyata); kedua, bisa dimanfaatkan oleh pembeli secara syara' dengan pemanfaatan yang sebanding dengan status hartawinya secara adat.
Ketiga, barang tersebut bisa diserahterimakan secara hissy dan syar'i, keempat, pihak yang berakad menguasai pelaksanaan akadnya, kelima, megetahui baik secara fisik dengan jalan melihat atau secara karakteristik dari barang
Keenam, selamat dari akad riba, dan ketujuh, aman dari kerusakan sampai barang tersebut sampai di tangan pembelinya. Artinya, Sil'ah wajib terdiri dari barang yang bisa dijamin penunaiannya. "Di Cryptocurrency [syarat-syarat] itu tidak ada," katanya
Baca juga:
Katib Syuriah PWNU Jatim, Syafruddin Syarif, menjelaskan keputusan LBM NU Jatim terkait hukum Cryptocurrency itu akan dibawa PWNU Jatim, dan diusulkan agar dibahas di forum bahtsul masail saat Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 23-25 Desember mendatang. Di sana, adu argumentasi akan terjadi lagi antara para ahli hukum Islam NU se- Indonesia.
Bisa jadi, keputusan di forum bahtsul masail Muktamar NU soal hukum Cryptocurrency itu berbeda dari keputusan hasil LBM NU Jatim.
"Karena ini organisasi, maka kami mengikuti keputusan di atasnya, yakni PBNU," ujar Kiai Syafruddin.