Tantangan Menghadapi Bencana saat Pandemi Semakin Besar
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Fachri Radjab/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Fachri Radjab mengatakan tantangan masyarakat Indonesia menghadapi potensi bencana di tengah situasi pandemi COVID-19 akan semakin besar.

Fachri mengatakan diperlukan langkah yang lebih cermat dalam penanganan masyarakat yang terdampak bencana, sehingga harus ditampung ke tempat pengungsian.

“Misalnya, ketika harus ke pengungsian, di situ harus dikondisikan para pengungsi menerapkan protokol kesehatan. Kalau ada evakuasi, penyelamatan, tantangannya juga akan lebih besar,” ujar Fachri di Jakarta, Jumat, 26 November.

Fachri mengatakan 98 persen potensi bencana hidrometeorologi terjadi di Indonesia, dan akan terjadi sepanjang tahun.

Di musim hujan pada Desember 2021 hingga Januari dan Februari 2022, masyarakat akan menghadapi potensi bencana banjir, banjir bandang, hingga longsor.

Kemudian di peralihan musim dapat terjadi hujan lebat dalam durasi singkat, angin kencang, puting beliung hingga hujan es.

Sedangkan pada musim kemarau di bulan Juni hingga September 2022, bencana yang akan sering terjadi, yakni kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan.

Sementara pada saat ini, kata Fachri, sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan. Ditambah dengan adanya fenomena La Nina, yang mengakibatkan intensitas curah hujan meningkat 20-70 persen dari normalnya.

Fenomena La Nina diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir musim hujan April 2022.

Peningkatan curah hujan, lanjut Fachri, akan dirasakan di sebagian Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan sebagian wilayah di Sulawesi.

Sehingga, BMKG akan terus memberikan informasi deteksi dini prakiraan cuaca berbasis dampak hingga di level kecamatan sebanyak 7.500 unit di seluruh Indonesia, meningkatkan akurasi resolusi informasi.

“Yang tidak kalah pentingnya respons. Secanggih apapun perangkat BMKG, seakurat apapun informasinya, secepat apapun diseminasinya, kalau masyarakat belum bisa memahami informasi kami dan tidak mempedomani, tentu tidak optimal,” ujar dia.