JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan tidak akan mengganti jajaran direksi dan komisaris PT Pertamina (Persero) meski perusahaan pelat merah ini mencetakan kerugian senilai Rp11 triliun pada semester I tahun ini.

Kerugian yang dialami Pertamina disebabkan berbagai faktor. Di antaranya rugi akibat kurs, hingga turunnya volume penjualan bahan bakar minyak (BBM) di masa pandemi COVID-19 ini.

Erick tak mempersoalkan kerugian yang dialami oleh BUMN migas itu. Menurut dia, kinerja Pertamina masih lebih bagus dibandingkan dengan perusahaan energi lainnya di dunia.

"Pertamina ruginya kelihatan, kalau kita bandingkan dengan Exxon dengan Eni (Eni S.p.A, perusahaan migas multinasional Italia) jauh lah. Justru perusahan yang lain itu jauh lebih rugi dari Pertamina," katanya, usai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 27 Agustus.

Mantan bos Inter Milan ini menegaskan, sejak awal dirinya memiliki prinsip tidak ingin gonta-ganti direksi dan komisaris BUMN. Erick memiliki cara tersendiri dalam menilai kinerja anak buahnya, salah satunya melalui Key Performance Indicator (KPI).

"Saya prinsipnya angkat direksi jangan diganti-ganti. Kan saya di awal sudah bilang selama KPI-nya tercapai, terus dibilang Pak Erick pilih kasih main pecat-pecat saja, itu enggak benar lho," ucapnya.

Erick menekankan, pergantian manajemen perusahaan pelat merah hanya dilakukan jika KPI berada di bawah standar yang ditetapkan. Sejauh ini, menurut Erick, KPI direksi dan komisaris Pertamina cukup baik. Di mana, dalam kondisi pandemi COVID-19 perseroan tetap dapat menjaga ketersediaan minyak di dalam negeri.

Di sisi lain, Erick memuji langkah efisiensi yang dilakukan oleh Pertamina. Salah satunya, upaya konsolidasi terhadap Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang dalam waktu singkat mampu dilakukan oleh Pertamina.

Meski berkinerja baik, menurut Erick, bukan berarti apa yang dilakukan Pertamina sudah sempurna. Karena itu, dirinya memberikan waktu kepada manajemen untuk lebih memaksimalkan kinerja keuangan perusahaan.

"Pertamina juga masih on progress dalam pembangunan, baik kilang minyak dan macam macam, karena kondisi COVID-19 ini juga baru, semua terdampak," tuturnya.

Piutang Pemerintah Ikut Andil Sebabkan Kerugian Pertamina

Pertamina membukukan kerugian Rp11,13 triliun pada semester I tahun ini. Kerugian tersebut disebabkan rugi kurs akibat piutang pemerintah terhadap BUMN migas itu.

Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini menilai, rugi kurs terjadi lantaran piutang yang belum dibayar tersebut dalam bentuk rupiah. Adapun pencatatan keuangan Pertamina menggunakan dolar AS.

Pertamina memiliki piutang kompensasi harga jual eceran sebesar Rp96 triliun dan utang subsidi BBM Rp13 triliun yang hingga kini belum juga dibayarkan. Piutang tersebut berkontribusi sekitar 60 persen terhadap kerugian Pertamina.

Emma mengatakan, pelunasan sisa utang pemerintah kepada Pertamina bisa menekan kerugian yang saat ini dialami perusahaan.

"Ini akan sangat membantu kami menekan rugi kurs karena ini magnitude-nya besar. Kami hedging di market pun tidak ada flow-nya, tidak likuid. Di market, untuk hedging sebagai mitigasi kurs itu, untuk currency Rp100 triliun lebih," katanya, dalam rapat dengan Komisi VII, Rabu, 26 Agustus.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)