JAKARTA - Pemerintah akan menyuntikkan vaksin COVID-19 secara massal pada awal tahun 2021. Diperkirakan dana yang dibutuhkan untuk menyuntikkan kepada 160 juta masyarakat Indonesia yakni sebesar 4,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp65,25 triliun jika memakai kurs Rp14.500 per dolar AS.
Menteri BUMN sekaligus Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Erick Thohir mengatakan, total dana tersebut berasal dari asumsi jika harga vaksin dijual 15 dolar AS per dosis. Dengan catatan setiap satu orangnya membutuhkan dua dosis.
"Kalau harganya 15 dolar AS per vaksin jadi berapa, anggap 300 juta kali 15 dolar AS udah 4,5 miliar dolar AS kebutuhan dananya," katanya, dalam sebuah diskusi virtual, Jumat, 7 Agustus.
Erick menegaskan, dana tersebut belum termasuk kebutuhan alat suntik dengan jumlah yang sama dan biaya tenaga medis yang akan melakukan vaksinasinya nanti. Belum lagi untuk pembayaran vaksin kepada pemilik hak paten, yakni Sinovac, perusahaan asal China.
Terkait sumber dana untuk vaksin corona ini, kata Erick, pemerintah sudah melakukan pembahasan anggarannya. Ketersediaan dana yang saat ini masih ada yakni di Kementerian Kesehatan. Sisa dana tersebut separuhnya akan dianggarkan untuk biaya pembayaran down payment vaksin kepada pemilik paten.
"Saya rasa ini yang sudah kami rapatkan. Kemarin anggaran Kemenkes Rp24,8 triliun, anggaran tersisa mungkin (digunakan untuk) DP vaksin. Karena itu di tim saya jangan sampai orang suudzon nih duit banyak, kami ada pendampingan dari BPK, BPKP, Kejaksaan, supaya administrasinya aman. Supaya enggak ada pemain-pemain di sini," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah menargetkan vaksinasi ini akan dimulai pada Januari-Februari 2021 dengan target sebanyak 30-40 juta vaksin kepada masyarakat Indonesia. Pertimbangan ini mengingat kemampuan imunisasi dalam negeri hanya bisa mencapai 40 juta per tahun.
另请阅读:
Menurut Erick, khusus untuk Indonesia membutuhkan vaksin COVID-19 untuk mengimunisasi berjumlah 160 hingga 190 juta orang. Karena itu, kata dia, perlu kerja sama.
Erick mengatakan, vaksin beredar nantinya tak hanya akan mengandalkan vaksin dari PT Bio Farma (Persero) saja, namun pemerintah juga memperhitungkan vaksin swasta, seperti yang akan diproduksi oleh PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Sebab, Bio Farma menargetkan produksi diangka 250 juta per tahun.
"Kalau dua kali suntik jadi 320 sampai 380 juta vaksin. Kapasitas kita 40 juta per tahun, tiba-tiba sekarang harus 320 sampai 380 juta setahun, sesuatu yang impossible kalau kerja sendiri-sendiri," jelasnya.
Sementara itu, yang juga sangat penting adalah ketersediaan jarum suntik untuk alat imunisasi. Dari pelat merah, PT Indofarma Tbk (INAF) telah meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 100 juta jarum suntik per tahun. Kebutuhan ini juga nantinya akan dipenuhi dari produksi swasta.
"Jadi ini program pemerintah. Saya rasa takutnya nanti kalau dibebaskan, kaya dan miskin ada lagi dong, nanti yang kaya duluan dong disuntik karena pada bayar duluan. Kan enggak bisa seperti itu," ucapnya.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)