Pengaruh Budaya China Terhadap Cita Rasa Kuliner Nusantara: Menyingkap Catatan Resep Masakan Go Pheek Thoo
Koo Siu Ling, putri Go Pheek Thoo (Ietje) penulis buku catatan masakan Nusantara yang terpengaruh budaya China. (Indonesianow.blogspot)

JAKARTA – Cita rasa kuliner Nusantara tak lepas dari pengaruh resep masakan China. Paling tidak, untuk sejumlah kuliner khas Jawa. Ini terlihat dari catatan resep masakan seorang wanita Tionghoa bernama Go Pheek Thoo yang ditulisnya sejak tahun 1930-an.

Dia mencatat resep masakan tersebut menggunakan bahasa campuran, kadang bahasa Belanda, kadang juga dalam bahasa Jawa, dan China termasuk kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Hokkien.

“Ada yang dicatat sebagai pinjaman dari rekan-rekannya dan ada duplikasi sebagaimana biasanya juru masak suka membuat berbagai versi dari hidangan kesukaan,” kata Paul Freeman dalam buku ‘Budaya dan Kuliner: Memoar Tentang Dapur China Peranakan Jawa Timur’.

Catatan Ietje, panggilan Go Pheek Thoo berisi berbagai resep masakan Jawa, seperti soto ayam, sate, dan rawon. Juga resep tradisi Belanda seperti galantine, roti daging dengan saus, sop buntut, bahkan klelmben atau kue bolukue asal Belanda yang sekarang sudah dilupakan di negara asalnya tetapi tetap menjadi kuliner populer di Indonesia.

Juga, menu-menu lain seperti babi asam manis dan omelet fu yung (fu yung hai) yang diakui juga oleh warga Amerika Serikat sebagai kuliner asal Negeri Paman Sam.

“Banyak yang dianggap sebagai hidangan asli Indonesia dan Jawa asal-muasalnya berasal dari pengaruh Tionghoa. Terutama dalam kuliner olahan mi, seperti bakmi dari kata Hokkien ‘daging mi’ atau hidangan nasi dalam nasi goreng atau penyiapan tahu dari kata mandarin ‘dou fu’, dan lainnya,” kata Freeman.

Berikut beberapa resep kuliner Nusantara yang dipengaruhi oleh resep masakan China yang tertulis dalam buku tersebut:

  1. Ronde

Dalam tradisi China, ronde disebut juga tangyuan. Sajian ini identik sebagai simbol mempererat tali silaturahmi. Kerap menjadi hidangan khusus ketika Festival Dongzhi atau perayaan musim dingin. Satu hari sebelum perayaan, ibu dan anak-anak perempuan akan menyiapkan tangyuan untuk hidangan keluarga. 

Tangyuan dibentuk seperti bola dan dibuat dengan aneka warna yang cerah. Mulai dari putih, merah muda, hijau, kuning, dan merah. Makanan manis ini menjadi lambang kebersamaan dan rezeki untuk keluarga di rumah. Setiap anggota keluarga wajib menyantapnya usai melakukan sembahyang.

Nama ronde, menurut banyak sumber, muncul dari sebutan masyarakat Belanda. Akibat sulit mengucapkan tangyuan, mereka menyebutnya dengan rond yang berarti bulat atau rondje (dalam bentuk jamak). Lambat laun, familiar dengan sebutan ronde.

Di Indonesia, ronde disajikan umumnya dengan kuah hangat rebusan jahe. Itulah mengapa disebut wedang ronde. Berbeda dengan China, wedang ronde untuk masyarakat Indonesia tidak memiliki makna khusus, hanya menjadi minuman penghangat.

Di Indonesia, ronde atau wedang ronde hanya menjadi minuman penutup atau minuman penghangat. Sedangkan untuk warga Tionghoa, wedang ronde merupakan menu khusus dalam festival Dongzhi, tradisi untuk menghormati titik balik matahari musim dingin yang dirayakan oleh warga Tionghoa. (Antara)

Wedang ronde hingga saat ini masih banyak dijajakan oleh pedagang-pedagang gerobakan di beberapa kota, seperti Semarang, Yogyakarta, dan Malang. Harga yang ditawarkan variatif, umumnya tidak lebih dari Rp35 ribu.

Ietje menuliskan resep membuat ronde. Langkah pertama sangrai kacang tanah hingga matang. Timbang beberapa bagian kacang sangrai, kupas, lalu tumbuk kasar. Tambahkan gula, aduk rata. Sisa kacang sangrai dibiarkan utuh untuk taburan. Tepung ketan diuleni dengan 8 sendok makan air hangat hingga rata. Untuk mendapatkan variasi warna kulit ronde, dapat ditambahkan pewarna makanan hijau dan merah muda secukupnya pada adonan kulit ronde.

Buat adonan ketan, pipihkan, isi dengan campuran kacang dan gula, lalu bulatkan hingga isi tertutup semuanya. Didihkan air, masukkan bulatan ketan dan masak hingga mengapung. Masak terus selama 3 menit. Angkat ronde dan langsung masukkan ke dalam wadah berisi air dingin. Jangan terlalu lama direndam.

Adapun kuahnya menggunakan jahe. Papak jahe, lalu masukkan dalam air mendidih, tambahkan gula pasir secukupnya. Godok hingga 15 menit.

  1. Ikan Asam Manis

Dalam bahasa China (Hokkien) disebut ang sio hie yang berarti ikan berwarna merah dan panas. Masakan ini sejatinya berasal dari China, dijumpai di banyak restoran China di seantero dunia, tetapi di Jawa Timur rasanya lebih manis dan lebih pedas.

Di negara asalnya, ang sio hie bisa menggunakan ikan tawar seperti ikan gurame atau ikan laut seperti kakap putih. Ikan digoreng kering dan dicampur dengan saus bening. Dulu, menu ini selalu menjadi menu populer untuk masyarakat pesisir di China.

Sedangkan di Indonesia, ang sio hie bertransformasi menggunakan berbagai jenis ikan. Bila menggunakan ikan gurame, nama menu menjadi gurame asam manis atau kakap asam manis bila menggunakan ikan kakap.

Secara keseluruhan bumbunya hampir serupa, mungkin hanya kadarnya saja yang berubah sesuai selera.

Ikan asam manis adalah masakan yang berasal dari resep China, tetapi di Jawa Timur rasanya lebih manis dan pedas. (Pinterest)

Untuk saus, dalam catatan Ietje, bahan yang digunakan adalah gula pasir, cuka, kecap asin, saus tomat, garam, tepung maizena, dan air. Campur semua bahan saus kecuali tepung maizena dan air. Larutkan tepung maizena dalam air, sisihkan.

Kemudian, rendam jamur dengan air panas, iris tipis, sisihkan. Iris cabai merah tanpa biji, iris bawang putih, dan wortel, rebus selama 3 menit lalu tiriskan. Iris rebung dan jahe, sisihkan.

Adapun untuk ikan, buat 3 sayatan serong yang dalam pada kedua sisi ikan. Campur tepung maizena, terigu, garam, dan arak hingga menjadi adonan kental. Tambahkan air bila perlu. Lumuri seluruh sisi luar ikan dengan adonan tepung. Goreng ikan selama 3 menit, kemudian angkat dan diamkan selama 2 menit. Lalu, goreng kembali dengan sisi lain dengan waktu sama.

Tumis cabai merah dan bawang putih hingga harum. Masukkan sisa sayuran lainnya. Tumis hingga sayuran setengah matang. Masukkan bumbu saus. Bila saus mendidih, tuang larutan maizena, aduk rata hingga saus mengental.

Siram ikan goreng dengan saus panas segera sebelum dihidangkan. Tata sayuran di atas ikan goreng.

  1. Tjap Tjhay

Ini merupakan salah satu masakan China yang paling populer di Indonesia. Namun, kabarnya, menu ini bukanlah menu favorit kalangan bangsawan China tempo dulu. Tercipta berkat kreasi juru masak istana untuk memanfaatkan sayuran-sayuran sisa dari masakan raja.

“Di zaman dinasti, raja tidak mau makan makanan sisa,” kata pakar kuliner peranakan Tionghoa, Aji Bromokusuma seperti dilansir dari Kompas Travel.

Sehingga, Tjap Tjhay kerap dianggap makanan rakyat. Menurut Aji, Tjap Tjhay bisa sampai ke Indonesia dibawa oleh imigran China yang berasal dari Fujian. Cara membuatnya yang simpel, rasanya yang lezat,  dan menyehatkan karena berisi sayur-sayuran, membuat menu ini sangat populer di Indonesia.

Bahkan, menurut catatan Ietje, masyarakat sejak pra kemerdekaan sudah berkreasi dengan menambahkan daging, udang, ayam, atau bakso ke menu Tjap Tjhay.

Ilustrasi – Banyak kuliner Indonesia yang terpengaruh dari resep masakan China. Ini tak lepas dari keberadaan para imigran China yang datang ke Indonesia pada awal abad ke-19. (Pixabay)

Ietje menuliskan resep membuat Tjap Tjhay dengan menggunakan kembang kol, kapri, wortel, jamur kuping kering, rebung, dan sawi caisim. Caranya mudah, potong kembang kol sesuai kumtumnya. Kapir dibuang seratnya. Jamur kuping direndam sampai mengembang, potong persegi 2x2 cm.

Cincang bawang putih. Rebus wortel dan kembang kol sampai setengah matang, sisihkan. Panaskan 1 sendok makan minyak. Tumis bawang putih sampai harum. Masukkan campuran daging yang sudah diiris kecil dan tipis. Aduk dan masak hingga matang, sisihkan.

Panaskan 1 sendok makan minyak, tumis sisa sayur lainnya hingga setengah matang. Tambhakna wortel dan kembang kol. Masukkan tumisan daging, tambahkan kaldu, kecap asin, garam, dan gula. Aduk hingga semua sayuran matang.

“Jangan sampai kematengan,” tulis Ietje dalam buku tersebut.

Ietje lahir pada 1911. Ayah Ietje adalah seorang pendiri sekolah Tionghoa di Jombang. Setelah menikah pada 1934, dia sempat ikut suaminya yang sedang studi ilmu ekonomi di Belanda. Dua tahun kemudian, dia kembali ke Indonesia dan tinggal di beberapa tempat di Pulau Jawa, termasuk di Jakarta dan Malang, tempat keluarga Ietje tinggal.

Lalu, pada tahun 1960-an, Ietje bersama suami melanglang buana tinggal di banyak tempat di dunia, hingga meninggal dunia di Belanda pada tahun 2000.

Nenek moyang Ietje, yakni keluarga Go sudah menetap di Jawa sejak awal abad ke-19. Berasal dari Provinsi Fujian di Tiongkok Selatan, tepatnya Amoy, kota pesisir yang sekarang dikenal dengan Xiamen. Dari kota inilah, gelombang perantau China yang kebanyakan berbicara dialek Hokkien datang ke Jawa sebagai pekerja dan pedagang. Mereka masuk melalui sejumlah pelabuhan, seperti Batavia di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah, dan Surabaya di Jawa Timur.

“Lebih dari 80 resep dalam buku ini berasal dari buku catatan milik Ietje yang memperlihatkan bagaimana kaum China peranakan secara kreatif sudah mengombinasikan bumbu-bumbu dan gaya masakan China, Belanda, dan Jawa,” ucap Koo Siu Ling, anak Ietje dalam prakata buku tersebut.


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)