Bukti Ancaman Reshuffle Dua Minggu Lalu Tak Berdampak, Jokowi Kembali Sindir Menterinya
JAKARTA - Presiden Joko Widodo kembali menyindir menterinya dalam rapat terbatas. Menanggapi hal itu, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti menilai sindiran ini menandakan tak ada kemajuan signifikan dalam kinerja menteri di Kabinet Indonesia Maju untuk menghadapi pandemi COVID-19 setelah kemarahannya beberapa waktu lalu.
"Sekali lagi ini menunjukkan kekecewaan Pak Jokowi dan menunjukkan ada problem efektivitas kerja para menterinya. Hal ini menjadi tanda juga bahwa sindiran, kemarahan, dan ancaman presiden pada pidato 18 Juni yang lalu, atau sudah lebih dari dua minggu lalu tidak membuahkan hasil signifikan," kata Putri kepada VOI, Kamis, 9 Juli.
Diketahui, dalam rapat terbatas yang digelar pada Selasa, 7 Juli itu Jokowi kembali menyindir menterinya dan meminta agar menterinya bekerja keras melawan krisis akibat pandemi COVID-19.
"Jangan sampai tiga bulan yang lalu kita menyampaikan bekerja dari rumah, work from home yang saya lihat ini kayak cuti malahan," kata Jokowi dalam rapat yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 8 Juli.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bahkan kembali menyinggung kinerja menteri yang terkesan biasa-biasa saja. Padahal di tengah masa krisis seperti sekarang akibat pandemi COVID-19 dia menginginkan menteri bekerja dengan lebih keras lagi dan lebih cepat daripada sebelumnya.
Termasuk dalam masalah pembuatan aturan yang biasanya memerlukan waktu satu hingga dua bulan dapat diselesaikan lebih cepat, bahkan kalau perlu hanya dua hari.
"Dari cara-cara yang sebelumnya rumit ganti channel ke cara-cara yang cepat dan cepat, sederhana," tegasnya.
另请阅读:
Kembali ke Putri, dia menilai Jokowi kerap menegur dan menyindir menterinya karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu mulai mendengar suara kekecewaan di tengah masyarakat terkait kinerja para pembantunya. Apalagi, sambung Puput, suara kekecewaan dan keluhan masyarakat ini sudah terjadi sejak 100 hari kerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Hal ini yang menurut saya menguatkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pernyataannya secara terbuka tentang kekecewaan terhadap para menterinya," tegasnya.
Pengamat politik ini juga menilai, teguran Jokowi kembali membuka spekulasi terjadi reshuffle di Kabinet Indonesia Maju. Padahal isu ini sempat meredup setelah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno membantah adanya reshuffle dan menyebut kinerja menteri mulai membaik setelah Jokowi menegur menterinya pada 18 Juni yang lalu.
Analisis PDIP: reshuffle setelah Pilkada 2020
Ketua Bappilu PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menilai jika Presiden Jokowi ingin melakukan reshuffle terhadap Kabinet Indonesia Maju, hal ini baru dilaksanakan setelah Pilkada 2020 yang diadakan 9 Desember mendatang.
"Analisis, ini analisis ya. Analisis reshuffle dilaksanakan setelah Pilkada serentak," ungkap Bambang kepada wartawan.
Adapun alasan dia mengeluarkan analisis itu karena Presiden Jokowi tak senang membuat keputusan yang membuat gaduh dan menimbulkan situasi kisruh dalam politik Indonesia. Sebab, situasi politik yang kisruh akan menyulitkan pekerjaannya.
"Pak Jokowi itu enggak suka mengambil keputusan yang bikin horeg (ribut atau kisruh, red). Karena orang kerja kalau dibikin horeg susah kerjanya," tegasnya sambil menambahkan wajar jika Jokowi menyentil menterinya.
"Jadi kalau Pak Jokowi kemudian terhdap kinerja para menteri, nyentil ya wajar. Kan dia yang jadiin. Belum sesuai harapanku misalnya, ya wajar dong," pungkasnya.