Sekjen DPR RI Dicecar Soal Pelaksanaan Pengadaan Barang Rumah Jabatan Anggota Dewan

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Sekjen DPR RI Indra Iskandar sebagai saksi dugaan korupsi pengadaan barang di rumah jabatan Anggota DPR RI pada Kamis, 14 Maret. Penyidik mencecarnya terkait proses perencanaan hingga pelaksanaan yang ujungnya membuat negara merugi.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Indra diperiksa bersama Hiphi Hidupati yang merupakan Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR RI.

“Keduanya hadir dan dikonfirmasi di antaranya terkait proses awal tahap perencanaan, tahap lelang, dan pelaksanaan dari pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI Tahun Anggaran 2020,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat, 15 Maret.

Ali tak memerinci lebih lanjut soal pemeriksaan Indra dan Hiphi. Namun, keterangan keduanya sebagai saksi diyakini membuat terang dugaan korupsi yang sedang diusut.

Sementara itu, Indra setelah diperiksa memilih mengambil langkah seribu bergegas dari Gedung Merah Putih KPK, kemarin. Tak banyak pernyataan yang disampaikannya.

Indra bahkan sempat menunjukkan gestur memoncongkan bibirnya ke arah kamera pewarta. “Tanya penyidik, tanya penyidik,” katanya kepada pewarta.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengungkap dugaan korupsi di Setjen DPR RI berkaitan dengan pengadaan kelengkapan furniture atau perabotan di rumah dinas anggota parlemen. Diduga pengisian ruang tamu hingga kamar tidur dicurangi.

Total ada tujuh orang sudah dicegah ke luar negeri dalam kasus ini. Dari informasi yang dihimpun, mereka adalah Sekjen DPR RI Indra Iskandar; Kepala Bagian Pengelolaan Rumjab DPR RI Hiphi Hidupati; Dirut PT Daya Indah Dinamika, Tanti Nugroho; dan Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada, Juanda Hasurungan Sidabutar.

Kemudian turut dicegah juga adalah Direktur Operasional PT Avantgarde Production, Kibun Roni; Project Manager PT Integra Indocabinet, Andrias Catur Prasetya; dan Edwin Budiman yang merupakan swasta.

Adapun modus yang terjadi dalam kasus ini adalah pelanggaran beberapa ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa dan penggelembungan anggaran atau mark-up. Rumah dinas yang pengisiannya dikorupsi disebut KPK terletak di Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan.