Penjelasan BMKG tentang Fenomena Embun Beku di Dieng
JAKARTA - Beberapa hari ini, kawasan dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo dilanda embun beku. Padahal, kawasan Indonesia sedang memasuki masa kemarau.
Koordinator Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jawa Tengah Tuban Wiyoso mengatakan, fenomena ini akibat pengaruh angin monsoon. Lanjutnya, Pulau Jawa saat kemarau ada angin "monsoon" Australia yang sifatnya adalah dingin dan kering.
"Kemudian ketika kemarau kondisi langit cerah maka panas di permukaan bumi itu mudah terbuang karena tidak ada hambatan, maka akan dingin dan kering," kata dia dilansir Antara, Senin, 3 Agustus.
另请阅读:
Ia menuturkan, udara kering yang menaiki pegunungan maka laju penurunan suhunya semakin cepat dibandingkan dengan udara basah.
"Jadi di daerah pegunungan asal ada udara yang naik itu dinginnya lebih cepat dibanding udara basah," katanya.
Tuban menyampaikan, kombinasi tersebut menyebabkan di kawasan dataran tinggi Dieng saat musim kemarau bisa terjadi embun es atau embun beku.
"Jadi kombinasi antara angin yang bertiup dari Australia yang memang dingin dan kering plus topografinya yang tinggi. Setiap naik sekian meter suhu turun sekian derajat. Perbandingannya kalau udara kering itu turunnya satu derajat, kalau udara basah 0,65 derajat, berarti hampir dua kalinya turunnya suhu," katanya.
Saat memasuki musim kemarau di dataran tinggi Dieng, sering terjadi pembentukan es di permukaan bumi, penampakan kristal es pada tanaman, serta benda-benda lainnya tersebut oleh masyarakat sekitar peristiwa ini dinamakan "embun upas".
Akibat suhu lingkungan yang sangat dingin, titik-titik air (embun) yang telah terbentuk tersebut kemudian berubah menjadi kristal es. Embun beku akan bertahan ketika suhunya masih berada pada kisaran titik beku, seiring Matahari mulai terbit, embun beku perlahan mencair dan sebagian menjadi uap air lagi.
Meski begitu, embun beku di dataran tinggi Dieng menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut.