Pasien 01, 02, 03, dan Seterusnya
Ilustrasi (Raga Granada/VOI)

Bagikan:

Hari ini, satu hari jelang setahun, sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kasus COVID-19 pertama di Indonesia. Seorang ibu 61 tahun dan anaknya (31) yang berdomisili di Depok, Jawa Barat dinyatakan positif. Sejak itu kasus-kasus lain terungkap. Selamat datang di artikel perdana Tulisan Seri khas VOI, "Setahun Pandemi, Sejuta Positif".

Ketika artikel ini disusun, Senin siang, 1 Maret 2021, kasus COVID-19 di Indonesia telah mencapai 1.334.634. Dari angka itu, 1.142.703 orang sembuh. 155.765 masih dirawat. Sisanya, 36.166 nyawa gagal diselamatkan.

Sita Tyasutami adalah pasien 01. Identitasnya ditutupi waktu pertama diumumkan sebagai pasien COVID-19. Ibu Sita, Maria Darmaningsih jadi pasien 02. Kasus keduanya diumumkan di hari yang sama. Sementara, pasien 03, kakak dari Sita, Ratri Anindyajati teridentifikasi COVID-19 kemudian.

Jokowi, dalam konferensi pers di Istana Merdeka menyatakan Indonesia siap menangani COVID-19. Bersama Jokowi, tampak mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.

"Sejak awal, pemerintah benar-benar memersiapkan. Rumah sakit lebih dari seratus dengan ruang isolasi yang baik," kata Jokowi hari itu.

Menteri Kesehatan Terawan menjelaskan detail penularan ini. Menurut Terawan penularan pertama terjadi pada Sita, yang berdansa dengan seorang warga Jepang pada 14 Februari 2020. Setelah dansa di malam valentine itu, Sita mengalami batuk berkepanjangan, hingga akhirnya dinyatakan positif COVID-19 pada 28 Februari 2020.

Yang jadi masalah, identifikasi virus corona baru dipastikan setelah si warga Jepang memberi kabar kepada Sita bahwa si warga Jepang dinyatakan positif COVID-19 oleh rumah sakit di Malaysia. Ada yang tidak beres di sini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menkes Terawan Agus Putranto (Sumber: Seskab)

Pertama, virus tak teridentifikasi sejak awal. Hal itu berimplikasi pada perawatan terhadap dua pasien yang dilakukan di luar ruangan isolasi. Bayangkan, apa jadinya jika warga Jepang tak pernah menelepon?

Kelemahan ini diakui Achmad Yurianto, juru bicara Kemenkes merangkap juru bicara Satgas COVID-19 kepada VOI. Ia mengakui keterlambatan otoritas mengidentifikasi virus corona di dalam tubuh pasien.

"Memang, kalau tidak ada telepon, kita akan semakin telat mengetahuinya. Semakin telat ... Seandainya tidak ada telepon, mungkin RS yang merawat tidak segera memindahkannya," katanya di Kantor Kemenkes pada Selasa, 3 Maret 2020.

Ada beberapa alasan yang menurut Yuri jadi kendala otoritas mengidentifikasi. Pertama, Sita tak menyadari dirinya terjangkit virus. Ia tak tahu warga Jepang yang berdansa dengannya telah terpapar. Kedua, yang rasanya juga dirasakan banyak orang, bahwa pada dasarnya gejala COVID-19 mirip dengan beberapa penyakit lain.

Meski begitu, Yuri menolak disebut abai. Menurutnya, setelah ada informasi dari pihak ketiga, RS Mitra Keluarga langsung bertindak memindahkan kedua pasien ke RSPI Sulianti Saroso. "Tapi, ketika ada informasi, ada contact tracking-nya, maka langsung rumah sakit yang merawat memindahkan," tutur Yuri.

Kesembuhan 01, 02, 03 dan kisah lain

Jumat, 13 Maret 2020, Sita dan Ratri dinyatakan sembuh dari COVID-19. Keduanya langsung diizinkan pulang. Mereka lebih dulu sembuh daripada ibundanya, Maria. Tiga hari kemudian, kabar baik dari Maria menyusul. Ia dinyatakan sembuh dari COVID-19. Dalam konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Sita berbagi sejumlah hal.

Menurut Sita, serangan virus corona turut menghantamnya secara psikis. Ia dirundung stres, terutama ketika kasusnya mulai dibahas media massa. Sita berkisah, ia sempat drop akibat tekanan batin dan depresi. Kemudian di satu titik Sita menyadari bahwa pikiran positif jadi salah satu kunci penting melawan COVID-19. Hari-hari setelahnya, narasi penanganan COVID-19 menyasar persoalan diskriminasi korban dan pemusatan konsentrasi massal pada sikap optimis.

Infografis (Raga Granada/VOI)

Di hari ketika Sita, Ratri, dan Maria umumkan kesembuhan bersama, otoritas telah mencatat 69 kasus positif. Empat orang meninggal hingga hingga hari itu. Pasien COVID-19 pertama yang meninggal di dalam negeri adalah pasien nomor 25, perempuan berusia 53 tahun. Ia meninggal kurang dari 24 jam sejak status kesehatannya diumumkan. Juru bicara Satgas COVID-19 Achmad Yurianto saat itu menjelaskan pasien tersebut sebagai warga negara asing.

Penularan pasien 25, kata Yuri berasal dari kasus impor. Tak terkait dengan kluster manapun yang kala itu telah terdata. Yuri juga menjelaskan penyebab kematian utama pasien itu adalah sakit berat, seperti diabetes, hipertensi hipertiroid, hingga penyakit paru obstruksi. Penyakit itu telah lama ia derita. "Pasien ini memang masuk ke rumah sakit sudah dalam keadaan sakit berat. Karena memang ada faktor penyakit yang mendahuluinya," kata Yuri.

Keterangan ini jadi versi resmi pemerintah saat itu. Namun, sejatinya pada 3 Maret 2020, di waktu ketika Jokowi umumkan kasus Sita dan Maria, Plt Bupati Cianjur Herman Suherman telah lebih dulu menyatakan adanya pasien suspek COVID-19 yang meninggal dunia di wilayahnya. Herman kemudian ditegur oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Herman disebut Mahfud telah menyebar kabar sembarang.

Menko Polhukam Mahfud MD (Irfan Meidianto/VOI)

Lebih parah lagi, pemerintah pusat meminta pemerintah di daerah tak banyak cakap. Otoritas sepenuhnya ada di tangan pemerintah pusat. Namun, belakangan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengonfirmasi kematian itu sebagai kasus COVID-19. Istri dan anak korban pun dipastikan dalam kondisi tertular. Mahfud, diam, tak lagi menimpali.

Satu bulan setelah kasus Sita dan Maria diumumkan, seorang pria di Sumatera Utara tercatat sebagai pasien COVID-19 pertama yang mengalami dua kali infeksi COVID-19: Ori Kurniawan. Ia adalah ajudan dari Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah (Ijeck). Ori sempat positif, sebelum dinyatakan sembuh pada 6 April.

Ori sempat menjalani isolasi mandiri selama 14 hari setelah dinyatakan sembuh. Ia juga sempat pulang ke Aceh usai dinyatakan sembu. Namun, pada 4 Mei Ori kembali dinyatakan positif COVID-19. Juru bicara Gugus Tugas COVID-19 Sumatera Utara, Aris Yudhariansyah menyebut dua kemungkinan bagaimana seseorang bisa terserang COVID-19 dua kali.

"Iya. Ada dua kemungkinan, pertama terinfeksi ulang atau reaktivasi," kata Aris Yudhariansyah, Selasa, 5 Mei. Aris menduga Ori terinfeksi ulang. Ori kemudian dibawa ke RS Martha Friska Medan untuk menjalani perawatan kembali.

Hingga hari ini COVID-19 telah menjangkiti sejuta lebih orang. COVID-19 juga menjalar ke berbagai aspek kehidupan lain. Ekonomi berantakan. Situasi sosial goyah. Pemerintah dituntut tetap fokus dalam pengambilan kebijakan yang tepat.

Ikuti Tulisan Seri edisi ini: Setahun Pandemi, Sejuta Positif