Bagikan:

JAKARTA – Dalam seminggu terakhir, masyarakat Indonesia, terutama di Jakarta, digemparkan oleh kasus pornografi yang tak biasa. Polisi berhasil mengungkap rumah produksi film porno di Jakarta!

Rumah produksi film porno ini terungkap ketika pihak kepolisian melakukan patroli siber. Dalam patroli ini, ditemukan tiga situs web yang menyiarkan film dewasa dengan rata-rata durasi antara satu hingga 1,5 jam.

Dalam kasus ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah menetapkan lima tersangka dengan peran masing-masing. Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak mengungkapkan bahwa kelima tersangka ini termasuk I sebagai sutradara, admin situs, pemilik, dan produser. Selain itu, JAAS berperan sebagai kamerawan, AIS sebagai editor, dan AT sebagai sound engineering.

Tidak hanya itu, SE juga berperan sebagai sekretaris dan pemeran dalam film dewasa. Selain itu, ada sebelas pemeran wanita dan lima pemeran pria yang masih dalam pengejaran polisi.

Rumah produksi ini telah menciptakan setidaknya 120 film porno, dan untuk memperlancar produksinya, tiga studio digunakan untuk syuting, dua di wilayah Srengseng Sawah dan satu di Jatipadang, Jakarta Selatan.

Rumah produksi film porno di Jakarta Selatan ini tampaknya sangat serius dalam bisnisnya. Pasalnya, ratusan film porno yang dihasilkan melibatkan artis, selebgram, dan model. Ade Safri mengungkapkan bahwa rumah produksi tersebut mencari pemeran dari jaringannya dan melakukan profiling melalui media sosial.

“Cara merekrut pemeran dalam video dan film bermuatan asusila ini melibatkan talent dari jaringan mereka, serta melalui profiling di media sosial calon pemeran,” ujarnya pada Senin (11/9).

Ade Safri juga menyatakan bahwa meskipun para pemeran tidak terikat kontrak, mereka dibayar hingga puluhan juta rupiah per film, berkisar antara Rp10 juta hingga Rp15 juta, tergantung pada pengaruh pemeran di masyarakat.

Film-film porno yang dihasilkan oleh rumah produksi di Jakarta Selatan ini ditransmisikan melalui situs web yang dikelola oleh para pelaku. Yang mengejutkan, sebelum kasus ini terungkap, sudah ada sepuluh ribu pengguna yang bergabung dan berlangganan situs-situs porno ini dengan tarif berbeda.

“Adapun jenis atau tarif yang ditawarkan, ada yang paket berlangganan satu hari dengan harga Rp50 ribu, satu minggu Rp150 ribu, satu bulan Rp250 ribu, hingga satu tahun Rp500 ribu. Total keuntungan sejak tahun 2022 mencapai Rp500 juta,” terang Ade Safri.

Namun, belum sempat masyarakat mengatasi kejutan dari kasus rumah produksi film porno, pada Selasa (12/9), Polres Metro Jakarta Selatan berhasil mengungkap kegiatan pesta seks bernama Orgy di sebuah apartemen di daerah Semanggi, Jakarta Selatan.

Menurut Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, penyelenggara telah beberapa kali mengadakan pesta seks di beberapa lokasi, seperti di Bogor, Cilandak, dan terakhir di Semanggi.

Kasus ini terbongkar setelah Satreskrim Polres Metro Jaksel menerima laporan dari warga dan berhasil menetapkan lima tersangka, masing-masing dengan peran tersendiri.

Tersangka Pesta Sex

Bintoro menjelaskan bahwa penyelenggara menyebarkan pamflet pesta Orgy melalui media sosial. Dalam pamflet tersebut, ada beberapa aturan yang harus diikuti, termasuk membayar Rp1 juta untuk bergabung dalam pesta Orgy, membawa alat kontrasepsi, dan menjaga kebersihan.

Lantas, apa kira-kira penyebab meningkatnya pornografi yang merajalela di Jakarta? Banyak yang masih ingat dengan buku berjudul “Jakarta Undercover” yang mengupas kehidupan seks di Jakarta.

Penulis buku itu, Moammar Emka, mengungkapkan bahwa sebenarnya rumah produksi film porno tidak begitu banyak. Yang lebih umum adalah film-film porno yang diproduksi secara independen dan dijual secara gelap.

Selain rumah produksi film porno, di Indonesia juga ada platform lokal yang menyediakan live streaming tanpa busana, yang dikenal sebagai sex live streaming.

Emka menyoroti sosok-sosok yang bertanggung jawab selain lima tersangka yang sudah ditetapkan, seperti sutradara, kamerawan, editor, sound engineer, dan sekretaris yang juga menjadi pemeran dalam kasus rumah produksi film porno.

Menurut Emka, sosok-sosok yang menjadi pemeran sebenarnya tidak diatur oleh hukum. Yang seharusnya dijerat hukum adalah mereka yang terlibat dalam perdagangan manusia untuk tujuan seksual, seperti mucikari atau yang terlibat dalam prostitusi online.

Kembali ke sex entertainment, Emka berpendapat bahwa hal ini akhirnya melahirkan rumah produksi film porno yang hasil produksinya disebarkan melalui media digital yang tidak dimiliki oleh tempat hiburan konvensional di Jakarta.

Namun, perlu dipahami bahwa sex entertainment dalam bentuk film porno sebenarnya berbeda dari industri hiburan konvensional yang tersedia dalam bentuk fisik seperti klub atau bisnis prostitusi. Keduanya memiliki aturan hukum yang berbeda.

Rata-rata, mereka yang terlibat sebagai pemeran dalam film porno sebenarnya berasal dari berbagai profesi, mulai dari selebriti, model, hingga selebgram. Meskipun faktor lain seperti gaya hidup turut berperan, alasan terbesar mereka masuk ke industri sex entertainment adalah ekonomi.

Akhir-akhir ini, kehadiran industri sex entertainment di Indonesia bukanlah rahasia lagi. Apa yang terjadi sekarang sudah berlangsung lama dan baru-baru ini terungkap. Pada akhirnya, yang menjadi korban adalah para pemeran yang terlibat dalam rumah produksi film porno ini.

Pendapat yang sama disampaikan oleh Yuanita Apriliandini Siregar, seorang sosiolog dari UNJ. Menurutnya, motif di balik pembuatan film porno adalah faktor ekonomi. Karena pornografi telah menjadi industri dengan pendapatan besar yang menggiurkan.

“Dari sisi talent atau pemeran, mereka melihat menjadi pemeran dalam film porno dapat membawa popularitas yang lebih tinggi,” tuturnya kepada VOI pada Jumat (15/9).

Dia berpendapat bahwa industri pornografi telah menjadi lebih sulit untuk dikontrol karena masuk ke ranah privat. Oleh karena itu, penyebaran pornografi semakin merajalela di Jakarta, dan mungkin mengakibatkan darurat pornografi di Indonesia.