JAKARTA - Investasi di aset kripto belakangan sedang digandrungi banyak kalangan di dunia. Harganya yang terus melonjak membuat minat masyarakat awam terus meningkat.
Di sisi lain pro dan kontra halal atau haram uang kripto (cryptocurrency) masih menjadi perdebatan, terutama dikalangan umat muslim Indonesia. Sebagian menganggap aset kripto halal, sedangkan lainnya menilai uang kripto haram untuk ditransaksikan maupun investasi.
"Ada pihak yang menganggap aset kripto haram, karena mengandung gharar atau ketidakpastian dalam transaksi. Kemudian, uang digital ini juga memiliki volatilitas tinggi karena harganya bisa naik dan turun secara drastis," kata Yenny Wahid melalui Islamic Law Firm, Sabtu, 19 Juni.
Pihak yang menganggap uang kripto haram, lanjut Yenny, juga memiliki argumen bahwa koin digital tersebut tidak ada underlying asset atau aset keuangan yang menjadi dasar pembentuk harga.
"Karena sifatnya yang tidak bisa diketahui siapa penggunanya, maka sering disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti beli senjata atau narkoba atau sering disebut dark internet," ujar Yenny.
BACA JUGA:
Sebaliknya, lanjut putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu, pihak yang lain menganggap gharar akan hilang karena transaksi uang kripto tidak mengenal biaya pemotongan.
"Transaksi di bank saja dipotong. Tapi kalau cryptocurrency malah tidak dipotong. Jadi menurut sebagian alim ulama ini malah membuat ghararnya hilang," ujar Yenny.
Dibandingkan dengan uang fiat (uang kertas) yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, lanjut Yenny, uang kripto justru terbebas dari riba karena uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer.
"Yang pasti transaksi uang kripto tanpa perantara," imbuhnya
Oleh karena itu, dijelaskannya aset kripto tidak bisa dihukumi secara tunggal. Melalui diskusi yang diselenggarakan pihaknya, diharapkan bisa didapatkan kesimpulan mengenai halal atau haram uang kripto.
"Bagi kami di ILF ini menjadi suatu keharusan bagi kita untuk bisa membimbing umat agar bisa kemudian bisa melakukan transaksi secara halal, mereka hidup secara syar'i tetap tetapi juga bisa memikirkan nuansa realita kehidupan," tambah Yenny Wahid.