JAKARTA - Sepanjang 2024, Indonesia dihantui dengan berbagai serangan siber. Namun, memasuki tahun 2025, tentu saja masih akan banyak serangan siber yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, terutama dengan teknologi yang kian pesat.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha memprediksi lima ancaman siber yang mungkin akan dihadapi Indonesia di tahun baru ini.
Ancaman pertama adalah serangan siber yang menggunakan Agentic AI, dimana AI agen yang canggih mampu merencanakan dan bertindak secara independen untuk mencapai tujuan tertentu, akan dieksploitasi oleh pelaku ancaman.
BACA JUGA:
“Agen AI dapat mengotomatiskan serangan siber, pengintaian, dan eksploitasi, sehingga meningkatkan kecepatan dan ketepatan serangan. Selain itu Agen AI juga dapat menerobos pertahanan tradisional dan meningkatkan kompleksitas serangan,” ungkap Pratama.
Selain itu, penipuan berbasis AI dan rekayasa sosial akan meningkatkan penipuan seperti "pig butchering" (penipuan keuangan jangka panjang), phishing suara (vishing), dan deepfake yang semakin sulit dideteksi.
Selanjutnya, Pratama memprediksi penyerang akan semakin menggunakan aplikasi tepercaya untuk menyebarkan ransomware dan mengadaptasi teknologinya agar tetap efektif di masa depan.
“Serangan rantai pasokan juga akan semakin meningkat, dimana penjahat dunia maya akan menargetkan ekosistem sumber terbuka, mengeksploitasi ketergantungan kode untuk mengganggu organisasi,” tambahnya.
Tapi yang tidak kalah penting, perang siber geopolitik juga akan semakin meningkat karena kampanye spionase oleh aktor "Big Four" (Rusia, Tiongkok, Iran, Korea Utara) terkait kejahatan dunia maya, dan disinformasi akan terus selaras dengan kepentingan geopolitik.
“Serangan siber yang didorong oleh agenda ideologis atau politik akan meningkat, menargetkan pemerintah, bisnis, dan infrastruktur penting,” tandasnya.
Untuk menghadapi berbagai ancaman ini, Pratama menyarankan pemerintah Indonesia perlu segera memperkuat perlindungan terhadap infrastruktur digital dan data masyarakat melalui langkah-langkah strategis. Pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Selain itu, pemerintah juga harus memperkuat kinerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan memastikan BSSN memiliki sumber daya dan teknologi memadai untuk deteksi, respons, serta pengamanan infrastruktur kritis nasional.