JAKARTA - Belum lama ini, Kementerian Komunikasi dan Digital bertemu dengan para praktisi IT yakni Chairman CISSReC, Pratama Persadha, dan konsultan keamanan siber, Alfons Tanujaya.
Dalam sebuah postingan di akun Instagram resmi Kementerian Komdigi @kemkomdigi, pertemuan dengan praktisi tersebut membahas tentang langkah-langkah dalam pemberantasan judi online di Indonesia.
Dalam pengakuannya, Alfons mengatakan bahwa pertemuannya dengan Komdigi adalah memberikan beberapa usulan terkait perbaikan dalam sistem pengawasan pemblokiran konten dan situs judi online di internal dan eksternal Komdigi.
“Memutus judi online itu tugasnya satgas, itu pekerjaan besar. Yang jadi masalah satgasnya gembos. Gembosnya kenapa? Karena ada orang Kominfo (atau sekarang Komdigi yang seharusnya melindungi masyarakat, malah mereka memproteksi situ-situs jangan sampai diblokir kan, gila itu loh,” kata Alfons kepada VOI ketika dihubungi pada Selasa, 5 November.
Alfons menyebutkan beberapa solusi yang disarankan adalah agar sistem kontrol internal Komdigi ditingkatkan, mulai dari evaluasi akses pengguna pada mesin crawler hingga peninjauan log untuk melacak siapa saja yang memiliki hak akses dan siapa yang bertanggung jawab jika ada situs judi yang tidak diblokir.
Di tahap ini, para praktisi IT juga mengusulkan untuk dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna memastikan tidak ada penyalahgunaan wewenang.
“Jadi sistem kontrol internal dari mesin crawler-nya Komdigi itu ya diavaluasi user-user-nya siapa aja yang punya hak akses, siapa aja yang menyalahgunakan,” jelasnya.
BACA JUGA:
Sedangkan untuk pembenahan eksternal, Alfons menyarankan adanya transparansi data situs yang telah diblokir. Menurutnya, saat ini Komdigi tidak membagikan situs-situs mana saja yang terdeteksi menyediakan layanan judi online, dan situs mana saja yang sudah diblokir.
Transparansi ini diharapkan dapat memberikan daftar situs yang diblokir beserta waktu pemblokirannya, sehingga masyarakat bisa melakukan pengecekan secara mandiri.
“Ya, masyarakatnya masyarakat IT ya (yang membantu pemantauan pemblokiran konten dan situs judi online). Contohnya APJII, PANDI, dan organisasi-organisasi. Semua pasti peduli. Bukan masyarakat umum yang tak kenal atau apa gitu,” tandasnya.