Bagikan:

JAKARTA - Lanskap digital saat ini menunjukan ancaman serangan siber yang terus meningkat. Salah satu serangan siber yang marak adalah melalui perangkat lunak atau aplikasi seluler. 

Menurut laporan "Global Abandoned Mobile Apps Report Q4 2023" yang dirilis oleh Pixalate, lebih dari 1 juta aplikasi telah ditinggalkan oleh pengembangnya di kedua Google Play Store dan Apple App Store. 

Artinya, jika pengembang meninggalkan aplikasi mereka tanpa memberikan pembaruan dalam jangka waktu yang panjang, maka data, perangkat, dan keamanan pengguna akan terekspos terhadap ancaman siber.

Nah, untuk tujuan keamanan, pengembang aplikasi harus selangkah lebih maju dengan cara memperbarui aplikasi mereka tepat waktu untuk menghindari resiko peretasan. 

Keterlambatan dalam menerapkan pembaruan-pembaruan tersebut dapat menyebabkan serangan siber, seperti masuknya Bug, Malware, dan entitas siber lainnya. 

“Memeriksa dan memperbaiki celah keamanan sejak tahap awal pengembangan aplikasi digital mulai dari coding, commit, hingga deployment, merupakan salah satu langkah utama dalam meminimalisir adanya temuan celah keamanan di tahap akhir pengembangan (uji penetrasi atau audit),” kata Principal Consultant Development, Security, and Operations (DevSecOps) PT ITSEC Asia Tbk, Muhammad Ray Ramadhan. 

Sedangkan pembaruan aplikasi, Ray menambahkan, bertujuan untuk meningkatkan fungsionalitas, meningkatkan pengalaman pengguna, memperbaiki masalah, memperkenalkan fitur baru, dan mengoptimalkan kinerja.

Namun, selain peningkatan kinerja, pembaruan aplikasi secara berkala juga penting untuk memperbaiki kerentanan keamanan dan melindungi dari ancaman siber. 

“Aplikasi yang tidak melakukan pembaruan berkala akan rentan terhadap celah-celah keamanan,” jelasnya lebih lanjut. 

Menurut standar industri, satu sampai dua pembaruan per bulan dianggap sebagai frekuensi yang ideal untuk mempertahankan kinerja dan keamanan aplikasi.