China dan Korea Selatan Berhasil Nyalakan Matahari Buatan, Indonesia Kapan?
Instalasi Matahari buatan Korea Selatan (dok. phsy)

Bagikan:

JAKARTA - Inovasi terbaru dari penerapan teknologi nuklir adalah menciptakan 'Matahari buatan'. Hal itu telah dibuktikan sejumlah negara maju, seperti China dan Korea Selatan. 

Matahari buatan sejatinya merupakan julukan yang diberikan untuk reaktor fusi nuklir bertenaga besar. Proyek pengembangan reaktor fusi nuklir internasional sudah berlangsung sejak 2006.

Proyek ini telah dikembangkan oleh beberapa negara yang tergabung dalam Reaktor Termonuklir Internasional (ITER) dan terpusat di Prancis. Tujuan proyek ini tak lain untuk menciptakan sumber energi alternatif.

Sejauh ini China dan Korea Selatan telah berhasil menyalakan Matahari buatan mereka. Kendati hanya beberapa saat, energi yang dihasilkan mampu berpuluh-puluh kali lebih tinggi dari Matahari asli. 

China jadi negara pertama yang berhasil menyalakan Matahari buatan. Instalasi buatan China ini diklaim mampu menghasilkan 10 kali energi yang lebih panas dari inti matahari itu sendiri. 

Dilansir dari laman South China Morning Post, matahari buatan China ini dioperasikan dalam instalasi Tokamak HL-2M yang mampu menghasilkan energi panas mencapai 150 juta derajat celcius (270 juta Fahrenheit). Selama beberapa detik, reaktor nuklir fusi di China ini baru bisa menghasilkan arus listrik terkuatnya berkisar antara dua dan tiga mega-amp.

BACA JUGA:


Korea Selatan Catatkan Rekor Baru

Seperti diketahui pengoperasian reaktor fusi nuklir saat ini belum beroperasi secara stabil dalam waktu yang lama. Mengingat pembangkit energi saat ini untuk memicu reaksi fusi nuklir masih lebih besar dibanding daya yang dihasilkan.

Jika sebelumnya, instalasi Matahari buatan China telah lebih dulu menyala. Kini matahari buatan Korea Selatan dilaporkan telah mencetak rekor dunia baru, karena berhasil mempertahankan pengoperasian plasma berkelanjutan selama 20 detik dengan suhu ion tertinggi mencapai lebih dari 100 juta derajat Celcius, sebagaimana dirangkum dari laman phsy, Selasa, 29 Desember.

Perangkat fusi superkonduktor atau matahari buatan tersebut dikembangkan Korea Superconducting Tokamak Advanced Research (KSTAR), merupakan studi bersama Seoul National University (SNU) dan Columbia University, Amerika Serikat.

KSTAR sendiri telah melakukan 110 kali percobaan plasma sejak Agustus 2020. Peneliti memiliki target untuk mampu menjaga stabilitas fusi nuklir 100 derajat Celcius selama 300 detik pada 2025 mendatang.

"Kami merasa terhormat untuk terlibat dalam pencapaian penting yang dibuat di KSTAR. Suhu ion 100 juta derajat dicapai dengan memungkinkan pemanasan plasma inti yang efisien untuk jangka waktu yang lama menunjukkan kemampuan unik dari perangkat KSTAR superkonduktor, dan akan diakui sebagai dasar yang kuat untuk plasma fusi kondisi stabil dan berkinerja tinggi," kata Dr. Young-Seok Park dari Universitas Columbia.

Alat fusi nuklir atau Tokamak berasal dari akronim Rusia yang berarti ruang toroidal dengan kumparan magnet. Fusi nuklir adalah penggabungan dua inti atom untuk menjadi satu atau lebih inti atom yang besar. 

Dalam pencobaan penelitian ini, peneliti menggunakan atom hidrogen yang digabungkan untuk membentuk helium. Proses penggabungan tersebut mengeluarkan suhu panas yang sangat tinggi sehingga peneliti fusi nuklir harus berhati-hati dan memperhatikan kontrol suhu agar tetap terkendali reaksi fusi nuklirnya.

Rekor ini menjadi pencapaian perpanjangan waktu operasi plasma 8 detik selama Kampanye Plasma KSTAR 2019 sebanyak lebih dari dua kali. Pada percobaan di 2018, KSTAR mencapai suhu ion plasma 100 juta derajat untuk pertama kalinya (waktu retensi sekitar 1,5 detik).

Agar menciptakan kembali reaksi fusi yang terjadi di Matahari di Bumi, isotop hidrogen harus ditempatkan di dalam perangkat fusi seperti KSTAR untuk menciptakan keadaan plasma di mana ion dan elektron dipisahkan, dan ion harus dipanaskan serta dipertahankan pada suhu tinggi. 

Tujuan proyek Matahari Buatan

Sejatinya banyak yang bertanya-tanya mengapa Korea Selatan begitu gigih mengembangkan Matahari buatannya ini, sedangkan Matahari asli pun juga masih dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.

Korea Institute of Fusion Energy atau KFE mengatakan, Matahari buatan ini berguna untuk mencapai tempat di mana para ilmuwan berhasil mempertahankan dan memanfaatkan energi fusi nuklir untuk menyediakan listrik. Dengan teknologi ini akan cukup banyak menyelesaikan kebutuhan energi umat manusia.

Dan tentu saja, penemuan ini dapat berguna bagi kebutuhan energi juga di seluruh dunia karena dengan kekuatan sebesar itu mampu menghasilkan daya energi yang lebih besar dari Matahari asli.

"Kami akan melanjutkan tantangan kami untuk mewujudkan energi fusi nuklir, yang merupakan tujuan seluruh umat manusia," jelas Direktur Si-Woo Yoon dari Pusat Penelitian KSTAR.

Tantangan untuk Indonesia

Di Indonesia, penelitian dan pemanfaatan energi nuklir dilakukan oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Tidak menutup kemungkinan Indonesia juga bisa mengembangkan instalasi matahari buatan sendiri.

Mengingat Matahari buatan diklaim dapat menghasilkan energi tanpa batas yang cukup untuk menjangkau daerah di Indonesia. Terlebih proses ini disebut-sebut aman dan ramah lingkungan karena tidak meninggalkan limbah radioaktif.