Bagikan:

JAKARTA - Serangan Distributed Denial of Service (DDoS) telah berkembang dengan kecepatan eksponensial selama bertahun-tahun, dengan lebih dari 9,75 juta serangan sepanjang tahun 2021. 

Melihat jumlah serangan DDoS yang begitu tinggi, Richard Yew selaku Senior Director Product Management Security di Edgio mengatakan bahwa jenis serangan DDoS itu beragam, mulai dari lapisan jaringan / transport layer (seperti SYN Flood, ACK Flood, atau UDP Flood) dan application layer (HTTP Flood). 

“Tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mengancam jaringan, situs web atau aplikasi, dan menyebabkan gangguan layanan,” jelas Richard kepada VOI beberapa hari lalu.

Richard juga mengungkapkan, di Edgio, mereka menyaksikan salah satu serangan network layer DDoS terbesar (UDP Flood) ke salah satu pelanggannya bulan lalu. Serangan tersebut berasal dari Eropa dan mencapai 355 juta paket per detik (Mpps), targetnya adalah salah satu e-commerce besar yang berbasis di APAC yang menjual komputer, ponsel, dan aksesoris. 

Dalam keterangannya lebih lanjut, Richard mengaku bahwa serangan DDoS berukuran 355 juta Mpps ini merupakan gelombang kedua dari serangan DDoS terbesar yang ditemukan oleh Edgio, ukurannya dua kali lebih besar daripada sebelumnya yang hanya 176 Mpps.

Tingginya jumlah serangan tentu akan memberikan dampak bagi perusahaan. Dampaknya bervariasi, seperti hilangnya pendapatan selama waktu henti, merusak reputasi, dampak hukum disebabkan kelalaian keamanan, dan potensi paparan ancaman siber yang lebih besar.

Tapi menurut Richard, dampak terbesar dan yang paling parah adalah bahwa serangan DDoS dapat merugikan keuangan perusahaan secara signifikan. 

“Masyarakat Amerika menghabiskan 8,9 miliar dolar AS (Rp132 triliun) selama Black Friday 2021 dan itu kira-kira sama dengan lebih besar dari 100.000 dolar AS (Rp1,49 miliar) per detik,” paparnya.

Bagi perusahaan e-commerce di pasar yang sangat kompetitif, setiap detik saat momen diskon besar-besaran sangat berarti. Adanya serangan DDoS menjadi pukulan besar terhadap pendapatan perusahaan. Tak hanya itu, ini juga berdampak pada citra merek dan kepercayaan publik terhadap perusahaan. 

Contoh lainnya, Richard mengatakan pada tahun 2016, salah satu penyedia layanan populer terkena salah satu serangan DDoS terbesar dalam sejarah dan tidak bisa diakses selama lebih dari setengah hari. Dampaknya, kepercayaan pelanggan hilang dan perusahaan pun diakuisisi beberapa bulan kemudian. Sekarang perusahaan tersebut tidak ada lagi.