JAKARTA - Jejaring media sosial Twitter tengah dirundung masalah. Perusahaan tersebut dikabarkan akan didenda 250 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp3,6 triliun oleh Federal Trade Commission (FTC).
Mengutip CNN Internasional, Selasa 4 Agustus, denda tersebut harus dibayarkan karena pelanggaran perjanjian Twitter pada 2011 dengan FTC, untuk tidak lagi menyesatkan konsumen tentang cara melindungi informasi pribadi mereka.
Laporan mengatakan sejak 2013 dan 2019, Twitter menggunakan nomor telepon dan alamat email pengguna yang awalnya sebagai perlindungan akun mereka, namun ternyata hal itu justru digunakan menjadi target iklan oleh media sosial tersebut.
Twitter mengungkapkan praktik itu sekitar Oktober dan berdalih bahwa hal ini dilakukan "secara tidak sengaja" dan sebagai "kesalahan."
BACA JUGA:
FTC jelas percaya bahwa Twitter menyesatkan konsumen dengan tidak mengungkapkan bahwa data pengguna mungkin telah digunakan dengan cara ini. Selanjutnya, pada 28 Juli lalu, FTC mengirimkan serangkaian data kesalahan Twitter yang menggambarkan dugaan pelanggaran perjanjian di 2011.
Jejaring sosial microblogging itu diperkirakan akan didenda sekira 150 juta dolar AS hingga 250 juta dolar AS.
"Masalahnya masih belum terselesaikan, dan tidak ada jaminan mengenai waktu atau ketentuan dari hasil akhir," ungkap Twitter dalam pengajuan 10-Q dengan Komisi Sekuritas dan Bursa.
Kendati demikian, FTC tidak segera menanggapi permintaan komentar. Badan tersebut sebelumnya telah menerima pembayaran denda sekitar 5 miliar dolar AS dengan Facebook. Denda itu diklaim merupakan yang terbesar dalam sejarah komisi atas kesalahan pelanggaran data pengguna.
Sebelumnya diketahui, dugaan Twitter ini datang beberapa hari setelah laporan pendapatan terbaru perusahaan, di mana ia melaporkan pendapatan 683 juta dolar AS untuk kuartal kedua di 2020. Dua minggu yang lalu, Twitter juga baru saja menghadapi serangan besar-besaran yang membahayakan akun Twitter pesohor dunia yakni Joe Biden, Barack Obama, Bill Gates dan Jeff Bezos.