Lazio Masih Kesulitan Beradaptasi dengan Filosofi Sepak Bola <i>Sarrismo</i>
Lazio Vs Torino (Twitter @OfficialSSLazio)

Bagikan:

JAKARTA - Lazio masih beradaptasi dengan taktik besutan pelatih Maurizio Sarri, demikian diungkapkan asisten pelatih Giovanni Martusciello.

Proses adaptasi itu pula yang membuat Lazio harus bersusah payah untuk mengimbangi Torino 1-1 dalam lanjutan Liga Italia di Olimpico Grande, Kamis waktu setempat.

Kendati mengungguli penguasaan bola, Lazio relatif tumpul dalam menyerang dan pertahanan mereka kerap direpotkan oleh Torino yang tampil agresif dan mampu memecahkan kebuntuan lewat gol Marko Pjaca pada menit ke-76.

Lazio bahkan membutuhkan hadiah tendangan penalti untuk mengamankan satu poin, yang dikonversi Ciro Immobile pada menit pertama injury time.

"Kami kekurangan konsistensi dalam sesi latihan, karena memang tak banyak waktu untuk melakukannya sehingga kami belum bisa berasimilasi penuh dengan beberapa prinsip taktik pelatih," kata Martusciello selepas laga kepada Sky Sport Italia sebagaimana dilansir Antara dari Football Italia.

Menurut Martusciello, taktik yang dibawa Sarri sangat mengubah karakter yang lekat dengan Biancoceleste selama ditangani Simone Inzaghi sejak 2016.

Oleh karena itu memang butuh waktu bagi para pemain untuk beradaptasi, tetapi Martusciello yakin hasilnya akan segera terlihat.

"Hasilnya akan segera terlihat, kami memang menghadirkan gaya sepak bola berbeda dibandingkan apa yang Lazio mainkan dalam empat atau lima tahun terakhir," katanya.

"Para pemain menikmatinya, tetapi memang semuanya butuh proses untuk menerjemahkan apa yang kami lakukan di sesi latihan ke dalam pertandingan," ujar Martusciello menambahkan.

Lazio tentu tidak memiliki waktu berlama-lama mengadaptasi permainan Sarri, sebab akhir pekan ini mereka dihadapkan pada laga penting Derbi della Capitale kontra AS Roma pada Minggu nanti.

"Saya tidak khawatir, kami pasti bisa menampilkan gaya permainan kami pada Minggu," tutup Martusciello.

Lazio sementara ini berada di urutan ketujuh klasemen dengan koleksi delapan poin buah dua kemenangan dan dua hasil imbang dalam lima pertandingan yang sudah dijalani.

Apa Itu Sarrismo?

Maurizio Sarri dikenal memiliki filosofi sepak bola Sarrismo. Sarrismo bekerja pada dua prinsip dasar; penguasaan bola dan gerak maju.

Filosofi ini bertumpu pada serangan yang diawali dari zona pertahanan, dengan umpan-umpan pendek yang tajam.

Tim Napoli asuhannya pada musim 2017-2018 berbaris pada formasi ortodoks 4-3-3, beralih ke 4-5-1 dalam pertahanan dan 2-1-4-3 dalam serangan.

Sarri memercayai setiap anggota pasukannya sebagai pemain bola. Dengan bola, Napoli selalu mencoba menerapkan metode passing segitiga dengan master operan Jorginho sebagai jantung dari segalanya.

Tanpa bola, Napoli menekan tinggi dengan garis pertahanan yang juga tinggi menyebabkan lawan mengoper ke belakang atau membuat kesalahan. Ini membantu mereka menyerang dengan kecepatan cambuk.

Sebagian besar serangan Napoli datang dari sisi kiri, diprakarsai oleh bek kiri Faouzi Ghoulam, yang kemudian bekerja sama dengan Marek Hamšík dan Lorenzo Insigne menghasilkan beberapa aksi sepak bola gemilang yang juga memungkinkan Jose Callejon memamerkan kecakapan membuka ruang yang dimilikinya.

Setelah ditinggalkan pemain utama Gonzalo Higuain ke Juventus dan Arkadiusz Milik karena cedera, magnum opus Sarri tiba ketika ia mengubah pemain sayap kecil asal Belgia Dries Mertens menjadi penyerang tengah yang produktif.

Mertens nyaris selalu mencetak satu gol dalam satu pertandingan. Hal ini tentu saja memperkuat serangan Partenopei dan menegaskan keampuhan efektivitas filosofi Sarri.

Napoli asuhan pecandu rokok ini finis di urutan kedua pada musim 2017-2018, hanya empat poin di belakang Juventus yang akhirnya menjadi juara. Mencetak hampir dua gol per pertandingan dan dianggap memainkan sepak bola paling menarik di seluruh Eropa.

Sarri lantas menggantikan Antonio Conte sebagai manajer Chelsea, menandatangani kontrak tiga tahun di bawah Roman Abramovich. Dia membawa serta Jorginho yang meluncur ke jantung lini tengah sebagai pengganti jangka panjang Cesc Fabregas yang mulai menua.

Di Chelsea, pelatih yang mengaku mengisap 60 batang rokok sehari ini mengubah taktik yang diterapkan pendahulunya, Conte. The Blues disulap menjadi tim yang bermain berdasarkan penguasaan bola yang lebih ofensif dibandingkan sebelumnya. Belum lagi passing-nya yang aduhai.

Chelsea berhasil beradaptasi dengan filosofi mantan bankir yang tidak mengelola satu klub papan atas sampai usia 55 tahun. Dia juga sukses mempertahankan pemain bintang seperti Eden Hazard dan Thibaut Courtois.

Sarri menjadi pelatih kepala pertama Chelsea yang membawa tim tidak terkalahkan dalam 12 petandingan Liga Premier, sampai 24 November ketika mereka tunduk di tangan Tottenham dengan skor 1-3.

Meski gagal di liga domestik, pada 29 Mei, Sarri memenangkan trofi utama pertamanya sebagai manajer setelah Chelsea mengalahkan Arsenal 4-1 di Final Liga Europa 2019 di Baku.

Sarrismo sesungguhnya memiliki arti gelombang serangan tanpa henti, sehingga para pemain lawan seperti tergulung ombak. Sarrismo juga menuntut para pemain di skuatnya untuk melakukan 11 operan dalam kurun waktu 7 detik untuk memecah konsentrasi lawan.

Terbukti, melalui filosofi ini, Chelsea berhasil memenangkan gelar dengan predikat tak terkalahkan sepanjang keseluruhan musim Liga Europa.

Tapi sayangnya, di Lazio, filosofi itu belum sepenuhnya berhasil. Sabar ya Laziele...