JAKARTA - Seharusnya bisa menjadi oase di tengah keringnya prestasi tim nasional senior dan noda kompetisi domestik yang sempat diterpa badai pengaturan skor. Sayang, timnas U-22 malah kedodoran menghadapi Vietnam di partai puncak SEA Games 2019 yang gelar di Sadion Rizal Memorial, Manila, Filipina, Selasa, 10 Desember, malam. Garuda Muda dibantai tiga gol tanpa balas!
Di tengah keterpurukan prestasi timnas senior di nyaris semua ajang. Dan ternodanya kompetisi domestik oleh kasus pengaturan skor yang berujung peringkusan beberapa pejabat tinggi PSSI oleh Satgas Anti Mafia Bola dari Polri, Garuda Muda malah gagal menjadi penyelamat.
Padahal sebelumnya, anak-anak asuhan Indra Sjafri mampu menjadi 'pengharum ruangan kotor' sepak bola negeri ini. Februari lalu, timnas U-22 bertakhta di Piala AFF yang digelar di Phnom Penh, Kamboja.
Jejak rekam Indra Sjafri sesungguhnya cukup fenomenal. Ia telah menggoreskan berbagai tinta emas dalam buku sejarah sepak bola nasional. Tercatat, sang juru racik mampu mengantarkan timnas U-17 dan U-18 menjuarai Youth HFKA Football Invitation Tournament, Hong Kong, pada 2012 dan 2013 serta membawa timnas U-19 menang di Piala AFF 2013.
Tapi, apa mau dikata? Kekalahan atas Vietnam, membuat Garuda Muda gagal mengulang prestasi yang ditorehkan sekitar tiga dekade silam. Di bawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa, Indonesia sukses mengalahkan Malaysia pada SEA Games 1987 di Stadion GBK, Senayan, Jakarta dengan skor 1-0.
Dua tahun berselang di Filipina, pelatih Anatoli Polosin, Vladimir Urin, dan Danurwindo berhasil mempersembahkan emas setelah di partai puncak Indonesia menekuk Thailand lewat adu penalti (4-3). Saat itu, yang bermain dalam dua ajang ini adalah timnas senior.
Namun sejak 2001, sepak bola SEA Games meniru aturan yang berlaku di Asian Games dan Olimpiade, yakni dikhususkan bagi pemain berusia di bawah 23 tahun, dalam sembilan edisi SEA Games terakhir, prestasi terbaik Garuda Muda hanyalah menjadi runner up tiga kali pada 2011 dan 2013 serta menjadi semifinalis 2001, 2005, dan 2015.
Kekalahan dari Vietnam ini memang lebih baik ketimbang pencapaian pelatih bergaji mahal Luis Milla yang hanya mampu membawa Garuda Muda meraih perunggu dua tahun lalu. Tapi, gol-gol dari Doan Van Hau (2) dan Do Hung Dunge terlalu menyakitkan untuk diterima pecinta sepak bola Indonesia. Emas adalah harga mati!