Pengamat Sebut Indonesia Berpotensi Kembangkan Sport Tourism seperti Korsel dan Thailand untuk Menaikkan Devisa
Balap sepeda Tour de Singkarak, salah satu aktivitas sport tourism yang rutin digelar di Indonesia. (Dok. Kemenparekraf)

Bagikan:

JAKARTA - Kemajuan ajang olahraga di Indonesia dinilai belum berkembang secara merata dibanding negara lain di tingkat asia. Pengamat Hubungan Internasional UPN Veteran Jakarta, Asep Kamaluddin Nashir menyebut, fokus pengembangan olahraga di Indonesia, hanya berputar pada pembinaan atlet.

"Indonesia harus belajar dari Korea Selatan (Korsel), dan Thailand serta negara lain yang mengembangkan potensi devisa dari sektor olahraga," kata Asep Kamaluddin, Minggu, 17 Maret.

Diketahui, Indonesia memiliki potensi wisata di bidang pagelaran olahraga. Setiap tahun ada pagelaran olahraga berskala Internasional dan nasional diadakan di Indonesia.

"Maksud potensi pariwisata disini bukan hanya pada pagelaran akbar seperti penyelenggaraan Asian Games 2018, SEA Games 2011, Piala Dunia U-17 2023, maupun Piala Dunia Basket 2023 melainkan kegiatan olahraga lain yang dilakukan secara rutin per tahun," ujarnya.

Indonesia sendiri dikenal sebagai salah satu tuan rumah kejuaraan bergengsi tahunan, seperti: Gran Prix MotoGP, Indonesia Open, Bali Marathon, Tour de Singkarak, World Surf League, dan lainnya.

"Melihat potensi tersebut, Indonesia seharusnya mengembangkan konsep sport tourism atau penyelenggaraan kegiatan olahraga yang dipadukan dengan promosi pariwisata," tambahnya.

Menurut Asep, Indonesia sudah mulai berupaya untuk mengembangkan sport tourism sejak beberapa tahun lalu. Pada tahun 2023, pelaksanaan MotoGP di Mandalika berhasil menyumbang perekonomian sebesar Rp4,5 triliyun.

"Sebuah angka yang fantastis tentunya untuk sebuah pagelaran yang tidak memakan waktu lama. Begitupula dengan pelaksanaan Piala Dunia U-17 yang diduga terjadi perputaran uang sebesar Rp1,02 triliyun," ujarnya.

Namun, Asep mengkritik pengembangan sport tourism di Indonesia saat ini. Menurutnya, saat ini sport tourism dibawahi oleh tiga kementerian sehingga menyulitkan panitia pelaksana untuk mengurus semua keperluan.

"Untuk persoalan pariwisata akan diberikan kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), sedangkan hal-hal yang menyangkut olahraga diserahkan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Belum lagi jika berurusan dengan aspek promosi budaya diarahkan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atau produk-produk kreatifitas yang diwadahi oleh Kementerian Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Kemenkop-UMKM)," katanya.

Agar potensi sport tourism ini maksimal, sambungnya, maka diperlukan kesatuan kerja di bawah satu kementerian. Asep pun mengusulkan untuk menggabungkan Kementerian Olahraga, Kementerian Pariwisata, dan Dirjen Kebudayaan menjadi satu kementerian yang dinamakan Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata.

"Keberadaan kementerian yang memayungi tiga sektor di atas bukanlah suatu hal yang baru. Beberapa negara telah membentuk kementerian semisal, seperti di Korea Selatan, Vietnam, di bawah nama Ministry of Culture, Sport, and Tourism (MCST) maupun Thailand, Kazakhstan, Belarusia, Polandia melalui Ministry of Tourism and Sport (MTS)," katanya.

Asep menyebut Korea Selatan (Korsel), dan Thailand telah sukses mengembangkan sport tourism di beberapa tahun terakhir. Tak hanya di bidang olahraga, tapi juga budaya populer seperti film.

"Dari negara-negara tersebut, Korea Selatan dan Thailand dapat dikatakan sebagai negara yang dalam beberapa tahun terakhir mampu meningkatkan pariwisata mereka melalui berbagai bentuk kegiatan," ujarnya.