JAKARTA - Hari ini, setahun yang lalu, rombongan band rock Powerslaves mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta usai tampil membuka konser Whitesnake dan Scorpions di gelaran Jogjarockarta pada malam sebelumnya.
Begitu seluruh penumpang mengaktifkan telepon genggam mereka, muncul notifikasi dari sejumlah media online: kasus pertama COVID-19 ditemukan di Indonesia! Saat itu, tak pernah terbayang sedikit pun kalau penemuan ini bakal berdampak buruk pada industri hiburan, khususnya musik.
Tapi, dari situlah semua berawal...
Sehari berselang, 88Rising mengumumkan penundaan gelaran musik Head in the Clouds (HITC) Jakarta yang seharusnya diadakan 7 Maret. Melalui akun Twitter-nya, 88Rising memberitahu penundaan ini karena COVID-19 sedang merebak di benua Asia. Keputusan ini diambil demi keselamatan para penonton. Pelaku industri hiburan mulai was-was.
Sejauh ini, festival metal terbesar se-Asia Tenggara Hammersonic masih belum mengambil keputusan apakah akan tetap berjalan sesuai jadwal: 27 dan 28 Maret, atau ditunda. Tapi, dua band telah memastikan untuk membatalkan tur dan penampilan mereka di Hammersonic. Mereka adalah Vulvodynia (Afrika Selatan) dan Lacuna Coil (Italia).
Hal tersebut dikarenakan adanya regulasi dari negara band bersangkutan maupun manajemen artis masing-masing yang tidak memperbolehkan mereka untuk bepergian ke luar negeri. Tak lama, Slipknot ikut membatalkan sejumlah penampilan mereka di Asia, termasuk di Indonesia.
Berselang dua hari, Ravel Entertainment selaku penyelenggara menyatakan secara resmi bahwa gelaran Hammersonic dijadwalkan ulang menjadi 15-17 Januari 2021. Namun, dalam pernyataan lanjutan yang diunggah di media sosial mereka pada 28 Desember, Ravel menetapkan tanggal 26 dan 27 Maret 2022 sebagai waktu berlangsungnya Hammersonic.
Masih di hari yang sama, konser Babymetal yang rencananya diselenggarakan di Basket Hall Senayan Jakarta sehari setelah Hammersonic juga ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Pengumuman ini disampaikan promotor Nada Promotama melalui akun Instagram-nya.
Pihak Babymetal lantas mengonfirmasi kabar ini melalui Instagram resmi @babymetal_official. Tidak sedikit penggemar yang kecewa, tetapi ada juga yang mensyukuri karena pengumuman ini hanya ditunda yang berarti besar kemungkinan konser tetap bisa berjalan. Namun, setahun berlalu, pandemi belum juga usai. Konser pun tak kunjung datang.
Memasuki pertengahan Maret, wabah COVID-19 semakin merajalela. Kasus baru terus bertambah dan membuat pasukan rock asal Jepang, One Ok Rock menunda pertunjukan Jepang dan Asia mereka, termasuk di Indonesia. Sedianya, One Ok Rock akan menggelar konser di Jakarta pada 30 Mei.
Sementara itu, konser Dream Theater The Distance Over Time Tour 2020 yang semula dijadwalkan 16 April ditunda ke 8 November. Namun, begitu memasuki bulan Oktober, Rajawali Indonesia selaku promotor menyatakan konser band gaek asal Boston, Amerika Serikat, itu harus dijadwalkan ulang. Entah sampai kapan.
Lalu, konser grup rock asal Amerika Serikat, Boys Like Girls juga ditunda akibat mewabahnya COVID-19. Sedianya digelar pada 9 April di Kuningan City Ballroom P7, konser ini mundur ke 21 September hingga akhirnya ditunda ke tahun 2021. Tapi, sampai sekarang, kabar baru tidak pernah muncul.
"Sedih untuk mengatakan, sayangnya karena penyebaran COVID-19, kami harus menjadwal ulang tanggal tur asia/australia kami. Kami sangat ingin tapil untuk Anda, tetapi prioritas kami adalah menjaga semua orang aman dan sehat. Berita baiknya adalah kami memiliki tanggal baru untuk pertunjukan ini ... kami akan bertemu Anda pada bulan September," tulis Boys Like Girls di Instagram mereka.
Setahun berlalu, Jogjarockarta 2020 ternyata jadi konser besar terakhir yang digelar di Indonesia sebelum pemerintah Joko Widodo mengakui keberadaan COVID-19. Selama itu pula pelaku industri hiburan kembang kempis mempertahankan hidup mereka. Pundi-pundi rupiah yang seharusnya masuk kantong dengan mendatangkan artis mancanegara seketika sirna.
Ironisnya, daftar di atas cuma sebagian.
Salah siapa?
Di luar promotor atau event organizer, para musisi dan band lokal juga tidak kalah terdampak. Di antaranya, para musisi yang biasa tampil di kafe atau tempat makan. Ditutupnya sejumlah kafe dan tempat makan membuat mereka tak bisa bekerja. Bahkan ada vokalis band kafe yang harus menjadi pengantar galon air mineral.
Sementara itu band ternama, berusaha survive dengan menggelar konser streaming. Apakah konser jenis ini benar-benar bisa menjadi solusi? Bisa! Hanya saja, honor yang didapat jauh lebih kecil dari konser langsung.
Adapun Powerslaves, yang menjadi pembuka tulisan ini, sudah mengelar dua konser streaming selama pandemi mengurung. Pertama pada 5 Juli saat tampil dalam Konser 7 Ruang gawean DSS Music. Mereka dibayar dengan sistem sharing profit, antara penyelenggara dan penampil yang diperoleh dari donasi penonton.
Kedua, pada 22 Agustus saat menggelar konser streaming secara mandiri di Javent Rooftop, Gedung PT Jasa Swadaya Utama (Jayatama). Jangan tanya jumlah uang yang mereka dapat. Lebih baik fokus pada jumlah konser streaming mereka selama pandemi. Satu tahun cuma konser dua kali! Bagaimana mereka makan?
Ini cuma satu contoh. Masih sangat banyak musisi yang kehilangan mata pencaharian karena pandemi. Kalau tidak kurang-kurang bersyukur, mereka mungkin akan terus berkeluh kesah. Lalu, siapa yang harus disalahkan?
Sudah setahun corona di Indonesia, sejak Maret 2020. Bulan Maret tahun lalu, pemerintah resmi merilis COVID-19 masuk ke Indonesia penyebutan kasus 01, 02 dan seterusnya. Redaksi VOI coba menulis ulang saat COVID-19 muncul di Indonesia. Apa dan bagaimana kebingungannya negeri ini. Klik di sini untuk mendapatkan berita selengkapnya