Bagikan:

JAKARTA - Pada era digital seperti saat ini, banyak orang khususnya anak muda menjadikan media sosial sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Konten jadi alat mereka untuk mengaktualisasikan diri sekaligus menunjukkan eksistensi.

Konser dan festival musik jadi salah satu momen menarik yang kerap menjadi konten bagi banyak orang. Dewasa ini, orang tidak hanya datang ke konser musik untuk menonton, tapi juga mengabadikan momen tersebut dan mengunggahnya.

“Menurut saya, orang yang meng-capture momen di festival atau konser itu hal yang sudah biasa dan menjadi lifestyle. Karena hari ini konten adalah raja,” kata Dino Hamid, Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia saat dihubungi awak media baru-baru ini.

“Jadi, memang eranya sudah shifting. Yang tadinya apresiatif, tapi hari ini juga selain mengapresiasi musisi dan karyanya, materi momen tersebut lah yang menjadi materi utama para audience yang hadir dalam sebuah festival atau konser,” lanjutnya.

Tidak ada yang salah ketika seseorang datang ke konser musik untuk membuat konten. Namun, harus digarisbawahi bahwa tidak semua konten yang diambil saat konser musik bisa diunggah sesuka hati.

Menurut Dino, perekaman sebuah konser yang kemudian diunggah ke platform digital tanpa izin adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan, terlebih pembuat konten memonetisasi dan mendapat pundi-pundi uang konten yang diunggah.

“Yang salah itu merekam terus menayangkan pertunjukannya tanpa izin. Itu baru salah,” ujar Dino Hamid.

“Ya (contohnya direkam dan diunggah ulang di akun media sosial atau platform yang sudah dimonetisasi),” sambungnya.

Namun, Dino Hamid tidak memungkiri konten-konten yang ada di media sosial menjadi sangat dibutuhkan untuk perkembangan konser musik, begitu juga dengan pembuat konten yang terbantu untuk membuat konten yang menarik.

“Dunia konser dan festival itu semakin berkembang. Karena balik lagi, di era digitalisasi ini, konten itu memang sangat dibutuhkan, harus update,” tandasnya.