Bagikan:

JAKARTA - Kelompok musik tribute The Beatles asal Jakarta, G-Pluck, menjumpai dua legenda musik Indorock yang bermukim di Belanda sejak awal tahun '60-an yaitu gitaris Hans Bax dan Eddy Chatelin.

Unit musik yang beranggotakan Awan Garnida (bass), Gilang Pramudya (gitar/vokal), Fery Gustian (gitar/vokal), Beni Pratama (drums), dan diperkuat oleh Aufa Kantadiredja (kibor/vokal) itu memenuhi undangan anjangsana dari kedua musisi legenda keturunan Indonesia tersebut saat tengah berada di Kota Den Haag.

"Sungguh sebuah kehormatan bisa hadir menyambangi dua musisi hebat yang menjadi kebanggaan Indonesia. Mereka ini bisa dikatakan sebagai dua orang 'jenderal' yang masih tersisa dari skena Indorock," kata pemain bass G-Pluck, Awan Garnida membuka percakapan dengan ANTARA, Rabu (6/9).

Awan melanjutkan bahwa Hans Bax dan Eddy Chatelin adalah dua sosok musisi yang memiliki pengaruh kuat dalam kancah musik Indorock sejak awal era '60-an.

"Mereka berdua ini 'gila' sekali, sudah merajai panggung di banyak klub negara Eropa seperti Jerman, Italia, Spanyol, Swedia, dan banyak lagi. Kehadiran kami mengunjungi kedua legenda Indorock adalah sebagai bentuk penghormatan tertinggi untuk mereka," imbuh Awan.

Menerima kunjungan para personel G-Pluck dengan keramahtamahan dan kesederhanaan di kediaman kawasan Polanenhof Den Haag, Hans Bax turut mengajak kompatriot Eddy Chatelin untuk melepaskan rindu dan berbagi kisah kedigdayaan masa muda mereka.

"Kami sering tampil di klub yang dipadati tentara-tentara dari berbagai negara, termasuk Amerika. Suatu saat kami pernah main di hadapan kira-kira 200 orang, kemudian terjadi keributan dan dalam beberapa menit semua orang sudah lari keluar. Memang banyak sekali kegilaan yang kami alami pada era itu," kata Hans Bax seraya tersenyum.

Hans Bax adalah satu-satunya anggota band di luar klan The Tielman Brothers yang memperkuat tiga kali pergantian formasi band tahun 1965 ketika dirinya masih berusia 18 tahun. The Tielman Brothers merupakan sebuah band keluarga Tielman yang berasal dari Surabaya kemudian hijrah ke Belanda pada akhir tahun '50-an dan menjadi amat masyhur lewat musik Indorock.

Indorock merupakan sebuah istilah mengacu pada musik rock n' roll yang dimainkan oleh orang-orang keturunan Indonesia yang bermukim di Belanda sekitar satu dekade usai kemerdekaan Indonesia. Bentuk hibrida musik tersebut meliputi rock n' roll, keroncong, hawaiian, dan gamelan khas Indonesia.

"Saat itu, kami pernah dapat honor sekitar 35 juta satu bulan untuk lima orang. Kami bermain selama dua hari selama sepekan di negara-negara Skandinavia, bahkan hingga ke Israel," terang Hans.

Selain Hans Bax, musisi Eddy Chatelin yang lahir di Palembang lantas berpindah ke Belanda pada usia 11 tahun juga mendulang popularitas di daratan Eropa lewat sebuah band Indorock bernama The Crazy Rockers.

"Kami beberapa kali diundang tampil di televisi Belanda. Ada satu momentum ketika rekaman klip video, saya diberi tahu untuk tidak menatap ke lensa kamera. Tetapi saya malah tersenyum dan sengaja bergaya terus menatap lensa kamera," jelas Eddy sambil tertawa lepas mengisahkan apa yang terjadi di balik pembuatan klip video "The Third Man" dan "Carioca" yang hingga kini bisa diakses lewat YouTube.

Gitaris Hans Bax dan Eddy Chatelin akan tampil berkolaborasi dengan G-Pluck dalam gelaran festival seni dan budaya tahunan terbesar di Belanda yaitu Tong Tong Festival pada 8 September besok di kawasan Malivield, Den Haag.

Penampilan G-Pluck di Tong Tong Festival 2023 kali ini merupakan bagian dari rangkaian tur Eropa mereka yang mendapatkan dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Bank BCA, dan JavaMifi. Sebelumnya, Awan Garnida dkk. sukses memeriahkan gelaran Liverpool International Beatleweek Festival di Inggris Raya akhir bulan lalu dan akan melanjutkan tur ke Alte Feuerwache Köln dan Indra Klub Hamburg, Jerman.