Mengintip Kembali Karya Termahsyur Stephen Hawking, <i> A Brief History of Time </i>
Stephen Hawking (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini 2 Juli 28 tahun lalu atau pada 1992, Fisikawan Stephen Hawking berhasil memecahkan rekor penjualan buku A Brief History of Time. Mengutip History, bukunya merajai penjualan kategori buku nonfiksi selama tiga setengah tahun. Terjual lebih dari tiga juta kopi dalam 22 bahasa. Seperti apa isinya?

Buku ini dibuat menjadi film dokumenter pada tahun 1992. Sebagian besar fokus ceritanya kepada kisah Hawking sendiri.

Selain karena kecerdasannya yang luar biasa, kisah kehidupan Hawking memang cukup menarik untuk diangkat. Pasalnya sejak usia 20 tahun ia telah didiagnosis penyakit Lou Gehrig atau amyotrophic lateral sclerosis. Hawking diberitahu bahwa ia hanya memiliki dua tahun untuk hidup. 

Tapi dalam kondisi seperti itu, Hawking tetap melanjutkan studinya dalam bidang fisika murni. Ia kemudian menikah hingga memiliki seorang putra. 

Penyakitnya membuatnya lumpuh kecuali tangan kirinya. Saat itu ia masih mampu bicara, meskipun pidatonya sulit dipahami. Setelahnya ia harus mengandalkan alat komunikasi yang dikendalikan oleh mouse. 

Di tengah kondisi seperti itu Hawking masih terus produktif. Pemikirannya terus bergerilya membongkar rahasia-rahasia alam semesta. Salah satunya yakni A Brief History of Time yang sudah disebutkan di awal. Hawking menulisnya pada 2005. Lantas apa saja yang Hawking tulis dalam buku tersebut?

Isi

A Brief History of Time adalah salah satu karya termahsyur Hawking. Dalam bukunya tersebut ia berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan besar seperti: bagaimana alam semesta bermula dan apa yang memulainya? Apa itu waktu? Apakah ia selalu bergerak maju? Lalu apakah alam semesta memiliki ujung? Sampai apa yang terjadi saat alam semesta berakhir? 

Dalam buku ini mulanya Hawking menjelaskan sejarah singkat upaya manusia dalam memahami alam. Mulai dari era Yunani yakni Aristoteles dan Ptolemeus, kemudian beberapa ilmuwan zaman renaisans seperti Galileo Galilei, Kopernikus dan Newton sampai abad ke-20. 

Pada era Albert Einstein dan Heissenberg, pemahaman kita tentang alam semesta dan sains berubah. Waktu tak lagi mutlak, ia relatif, dapat dipengaruhi ruang dan waktu. Selain itu alam semesta yang dianggap memiliki suatu set hukum yang bersifat prediktif dan deterministik --menganggap setiap kejadian atau tindakan merupakan konsekunsi dari kejadian sebelumnya. 

Kemudian Hawking juga membahas mengenai salah satu teorema terbesarnya tentang singularitas. Yakni sebuah keadaan di mana suatu objek yang dihitung menjadi tak terhingga. 

BACA JUGA:


Dia bekerja bersama Roger Penrose, ahli matematika Inggris yang mendampingi Hawking dalam sejumlah penemuan penting pertamanya. Penelitian singularitas tersebut menjadi kiprah pertama Hawking dalam mencari bukti terciptanya kehidupan alam semesta. Hawking dan Penrose bahkan berhasil menunjukkan bahwa teori Einstein memiliki kekurangan. Sehingga membuka jalan bagi para ilmuwan untuk terus mencari kebenaran yang sesungguhnya.

Lalu ia juga membahas teori besarnya yang lain mengenai lubang hitam. Ia menjelaskan bahwa lubang hitam tidak benar-benar hitam legam melainkan tetap memancarkan suatu zarah yang bisa terdeteksi oleh pengamatan jauh.