JAKARTA - Prancis menerima kekalahan menyakitkan pada final Piala Dunia 2006 di Jerman. Stadion Olimpiade, Berlin jadi saksinya. Patrick Vieira dan kawan-kawan dipaksa mengakui keunggulan Italia lewat adu penalti.
Namun, bukan kekalahan Prancis yang banyak disoroti media massa. Aksi pemain hebat sepanjang masa Prancis, Zinedine Zidane justru yang disorot. Tandukannya kepada bek Italia Marco Materazzi membuatnya diusir keluar lapangan. Ia dianggap terprovokasi dengan celetukan Materazzi.
Laga pamungkas Piala Dunia 2006 disambut dengan gegap gempita. Final itu mempertemukan dua tim Eropa kuat: Prancis melawan Italia. Keduanya memiliki jalan masing-masing untuk dapat melaju ke final. Italia, misalnya. Gli Azzurri (Si Biru) kala itu telah berstatus sebagai juara Grup E.
Mereka kemudian melaju dengan mantap melawan Australia (16 besar), Ukraina (perempat final), dan Jerman (semi final). Tim Prancis yang lazim dijuluki Le Coq Gaulois atau Ayam Jantan beda lagi. Mereka melaju dengan hanya berstatus sebagai runner up Grup G. Setelahnya, Prancis menerkam Spanyol (16 besar), Brasil (perempat final), hingga Portugal (semi final).
Keduanya pun bertamu di laga final di Stadion Olimpiade, Berlin. Tensi panas antara kedua kesebelasan telah tersaji sejak babak pertama. Zinade Zidane memecahkan kebuntuan pada menit ke-7 lewat titik penalti. Italia pun tak mau kalah. Membalas gol tersebut lewat tandukan Marco Materazzi.
Skor itu bertahan hingga turun minum. Alias, pertandingan akan ditentukan dari lewat perpanjangan waktu. Pemain bintang Prancis, Zidane mendapatkan kartu merah. Skor tak berubah. Alhasil, pertandingan dilanjutkan dengan adu penalti. Prancis kurang beruntung. Mereka kalah 3-5 dalam adu penalti. Karenanya, Italia jadi juara Piala Dunia 2006.
“Italia kemudian memenangkan tendangan penalti 5-3 setelah penendang terakhir, David Trezeguet, menerpa mistar dan jatuh ke luar gawang. Untuk pertama kalinya dalam piala dunia, Italia mencetak gol dalam lima kali kesempatan pertama adu pinalti lewat algojo Pirlo, Materazzi, De Rossi, Del Piero, dan Grosso.”
“Italia menjadi satu-satunya tim yang bermain dalam dua final piala dunia yang berakhir dengan adu pinalti, yaitu pada 1994 dan 2006. Mereka juga jadi satu-satunya tim yang mengakhiri laga final Piala Dunia dengan kemenangan lewat adu penalti, 1994 dan 2006,” ungkap Tony Hendroyono dalam buku FIFA World Cup 2010: Laga Akbar Tim Sepak Bola Dunia (2010).
Tandukan Zidane
Selepas final Piala Dunia 2006, pemberitaan yang bergulir bukan melulu terkait perihnya kekalahan. Nyatanya, berita terkait tandukan Zidane kepada Materazzi yang menjadi obrolan di mana-mana. Tandukan yang mengenai dada Materazzi dilakukan pada saat-saat terakhir perpanjangan waktu.
Materazzi kala itu mencoba meletakkan tangannya di punggung Zidane. Ia mencoba membimbing Zidane untuk segera menyingkir supaya pertandingan dapat bergulir. Reaksi Zidane sebaliknya. Ia berbalik dengan mengatakan sesuatu sembari menanduk dada Materazi.
Zidane pun berjalan berjalan meninggalkan Materazzi yang terkapar di lapangan. Wasit Horacio Elizondo mengambil alih situasi. Aksi Zidane menurutnya adalah pelanggaran yang fatal. Zidane pun diganjar kartu merah. Sebuah kartu merah yang disebut-sebut menurunkan mental Prancis dalam laga adu penalti.
Kemarahan Zidane kepada Materazzi mulai diterka oleh khalayak umum, kemudian media massa. Media massa Inggris sampai meyakini kemarahan Zidane karena Materazzi menyebut ibunya sebagai: pelacur teroris.
Materazzi jelas berang. Media Inggris itu kemudian dituntut dan Materazzi menang di pengadilan. Menurut Materazzi, ia tak pernah sekalipun menjadikan ibu Zidane sebagai pancingan yang menyulut emosi.
Belakangan Materazzi menegaskan bahwa obrolannya dengan Zidane dimulai dari tensi panas antara dirinya yang bertugas menjaga Zidane supaya tak mencetak gol. Zidane menyebut akan memberikan jersinya kepada Materazzi.
Reaksi Materazzi yang kesal lalu membalas ketus. Dibanding Jersey, Materazzi lebih suka mendapatkan saudara wanita Zidane. Ucapan itulah yang membuat Zidane naik darah kemudian menanduk Materazzi. Peristiwa itu kemudian terus diingat hingga hari ini ketika orang menyebut Piala Dunia 2006.
“Setelah bentrokan ketiga, saya mengernyitkan dahi dan dia membalas: 'Saya akan memberikan jersi saya nanti'. Saya menjawab bahwa saya lebih suka mendapatkan saudara perempuannya daripada jersinya. Kata-kata saya bodoh tapi tidak pantas menerima reaksi itu.”
“Di lingkungan mana pun di Roma, Napoli, Turin, Milan Paris, saya mendengar hal-hal yang jauh lebih parah. Saya berbicara tentang saudara perempuannya bukan ibunya, seperti yang saya baca di beberapa media. Ibu saya meninggal saat saya masih remaja, dan saya tidak akan pernah menghinanya,” terang Materazzi pada 2020, sebagaimana dikutip laman The Guardian, 7 Mei 2020.