Bagikan:

JAKARTA – Gejala sesak napas yang dialami pasien COVID-19 menjadi perhatian pihak medis, peneliti, dan publik akhir-akhir ini seiring dengan melonjaknya paparan virus SARS-CoV-2.

Di sejumlah referensi, mengulas tentang terapi nebulisasi  atau penguapan untuk meringankan gejala sesak napas di Malang, Jawa Timur. Apakah terapi penguapan tersebut efektif meringankan?

Nebulizer dikenal sebagai peralatan medis yang digunakan untuk mengubah obat-obatan cair menjadi uap atau aerosol. Ini bertujuan agar obat-obatan tersebut bisa mencapai saluran bawah pernapasan atau saliran.

Terapi atau metode ini dipakai untuk melegakan pernapasan, baik pada penderita asma maupun penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Dengan nebulisasi, penderita asma dan PPOK saluran napasnya dilapangkan.

Nebulisasi merupakan perawatan di bawah prosedur medis dan bukan tindakan pencegahan. Proses perawatannya pun bertahap serta tidak setiap obat cair bisa dinebulisasi sesuai prosedur.

Menurut studi yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Translational Medicine tahun 2019, terapi nebulisasi memang memiliki beberapa keuntungan, profil keamanan yang baik, dan banyak digunakan pada penyakit pernapasan.

Namun, tidak ada standar untuk penerapan terapi nebulisasi di pra-rumah sakit dan perawatan darurat di rumah sakit di Cina. Artinya, tingkat pemanfaatannya jauh dari kebutuhan klinis.

Dilansir laman Therapeutic Advances in Respiratory Disease, sebuah studi yang dilakukan tahun 2020 bertajuk “The use of nebulized pharmacotherapy during the COVID-19 pandemic” oleh beberapa peneliti menelusuri tentang prosedur terapi nebulizer.

Pada studi tersebut, merekomendasikan standart operational procedure yang harus ketat dan aman dalam konteks terapi ke pasien COVID-19 yang mengalami gangguan respiratory.

Sebab data laporan dalam jurnal tersebut menyatakan bahwa kasus pertama dari community acquired COVID-19 mengkonfirmasi bahwa pada saat pasien masuk, tidak ada gejala dan indikator terpapar COVID-19. Dilakukanlah tindakan nebulizer oleh tenaga medis yang tidak mengenakan alat pelindung diri (APD).

Ternyata pada insiden tersebut menemukan ada 3 tenaga profesional berlisensi medis yang memberikan tindakan nebulisasi terpapar COVID-19. Ini penting menjadi perhatian untuk menjalani SOP, memakai alat medis sesuai prosedur, dan memberikan tindakan yang meminimalisir persebaran virus COVID-19.

Lebih lanjut lagi, tidak ada data ilmiah yang memadai tentang efektivitas nebulizer untuk nebulisasi mengobati pasien COVID-19. Yang pasti, diperlukan penelusuran lebih lanjut mengenai seberapa efektif berkaitan dengan prosedur medis untuk pasien yang terpapar virus dan mengalami sesak napas.