Bagikan:

JAKARTA - "Bagaimana kita bisa memahami identitas bangsa jika narasi sejarah tidak kita hidupkan?" Itulah pertanyaan yang dilontarkan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, saat meresmikan revitalisasi Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama (MSKBL) di Provinsi Banten, Sabtu (20/1). Pernyataan tersebut menjadi dasar penguatan kebijakan kebudayaan, terutama dalam pelestarian dan pengembangan situs bersejarah.

Museum ini, yang kini dilengkapi teknologi interaktif dan pameran temporer, menjadi simbol kebangkitan budaya di Banten. “Revitalisasi ini diharapkan menjadikan museum lebih dari sekadar tempat penyimpanan artefak, melainkan pusat edukasi, literasi, dan inovasi budaya,” tegas Fadli. Museum ini menyimpan lebih dari 1.000 artefak yang menjadi saksi kejayaan Kesultanan Banten.

Sepanjang 2024, museum tersebut mencatat kunjungan lebih dari 60.000 wisatawan. Fadli menekankan pentingnya sinergi lintas sektor untuk menjaga keberlanjutan situs budaya seperti ini. "Banten Lama harus menjadi kebanggaan nasional yang mampu menginspirasi generasi muda," katanya.

Napak Tilas Sejarah di Situs-Situs Bersejarah

Selain meresmikan museum, Fadli juga meninjau beberapa situs penting, termasuk Benteng Speelwijk, Keraton Kaibon, dan Keraton Surosowan. Ia menegaskan bahwa situs-situs ini adalah pengingat sejarah yang harus dijaga dan dikembangkan. “Pelestarian ini adalah tanggung jawab kita kepada masa depan. Narasi sejarah harus kita hidupkan agar identitas kita sebagai bangsa tidak hilang,” ujarnya.

Fadli juga mengusulkan dokumentasi rumah Syekh Yusuf, pahlawan nasional yang diakui hingga Afrika Selatan, serta penentuan lokasi pendaratan pertama Cornelis de Houtman di Pelabuhan Banten. "Rekonstruksi peristiwa ini penting untuk memperkaya pemahaman kita akan sejarah," tambahnya.

Dalam kunjungannya, Fadli menargetkan Banten Lama masuk dalam daftar cagar budaya nasional tahun ini. “Banten memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, tetapi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari Banten baru tercatat 32 dari 2.213 WBTb nasional. Ini harus kita dorong lebih jauh,” ungkapnya.

Ia juga mengunjungi Masjid Agung Banten, simbol akulturasi budaya yang memadukan arsitektur Jawa, Tiongkok, dan Eropa. Fadli menekankan bahwa kebudayaan harus menjadi fondasi pembangunan bangsa. “Pelestarian kebudayaan tidak bisa hanya statis, tetapi harus dinamis dan relevan dengan zaman,” jelasnya.

Dalam dialog dengan komunitas pelestari budaya di Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII, Fadli menyoroti penguatan seni bela diri seperti pencak silat dan debus melalui festival budaya dan program aktivasi komunitas. “Komunitas budaya adalah ujung tombak pelestarian. Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi untuk memastikan ekosistem budaya tetap hidup,” ujarnya.

Ia juga mengusulkan pembangunan Taman Budaya Banten sebagai ruang inklusif untuk pelaku seni dan budaya. "Taman ini harus menjadi tempat aman untuk berekspresi sekaligus pusat interaksi budaya," tambah Fadli.

Dalam kunjungannya, Fadli juga meninjau Gedung Negara Eks Karesidenan Banten, yang kini berfungsi sebagai rumah dinas gubernur. Ia mengusulkan agar bangunan ini juga dimanfaatkan sebagai ruang publik dan pusat seni budaya. “Bangunan bersejarah seperti ini harus menjadi penghubung antara warisan masa lalu dan kebutuhan masa kini,” katanya.

Di akhir sambutannya, Fadli menegaskan bahwa revitalisasi situs budaya di Banten bukan hanya untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk membangun inspirasi masa depan. “Banten adalah pusat peradaban Nusantara. Kita harus memastikan pelestarian budaya ini menjadi kekuatan bangsa ke depan,” tutupnya.