JAKARTA - Keberhasilan anak dalam menjalani toilet training, yaitu belajar menggunakan toilet untuk buang air kecil dan besar secara mandiri, sangat dipengaruhi oleh waktu yang tepat untuk memulai pelatihan ini.
Hal tersebut dijelaskan oleh seorang dokter spesialis anak yang mendalami tumbuh kembang dan pediatri sosial.
Dalam sebuah webinar tentang toilet training yang diadakan di Jakarta pada hari Selasa, dr. Meitha Pingkan Esther T. Sp.A (K) menyatakan, pelatihan ini idealnya dimulai saat anak berusia antara 12 hingga 36 bulan.
Pada usia tersebut, anak sedang berada dalam fase eksplorasi lingkungan dan fase anal, yang merupakan waktu yang baik untuk memperkenalkan konsep anggota tubuh serta penggunaan toilet.
Menurut dr. Meitha, anak berusia 24 bulan umumnya telah memiliki kemampuan berbicara, memahami komunikasi, dan menyampaikan keinginannya. Kemampuan kognitif serta emosional yang diperlukan untuk toilet training biasanya mulai berkembang saat anak berusia 18 hingga 30 bulan.
"Berbagai literatur menunjukkan bahwa rata-rata usia anak tanpa gangguan autisme untuk memulai toilet training adalah sekitar dua setengah tahun," ungkap dr. Meitha, yang juga merupakan anggota Unit Kelompok Kerja Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Ia menambahkan bahwa toilet training pada siang hari cenderung efektif jika anak mengalami kurang dari empat kali insiden mengompol dalam seminggu. Di Amerika Serikat, 98 persen anak memenuhi kriteria ini pada usia tiga tahun.
Meski demikian, dr. Meitha menekankan bahwa usia bukanlah satu-satunya patokan untuk memulai toilet training, mengingat setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda.
BACA JUGA:
Ciri-ciri anak siap toilet training
Menurut dr. Meitha, orang tua perlu memperhatikan tanda-tanda kesiapan anak sebelum memulai pelatihan toilet. Beberapa tanda tersebut meliputi:
- Anak mampu menahan buang air kecil selama 60 hingga 90 menit.
- Anak mulai mengenali sensasi kandung kemih yang penuh.
- Anak dapat duduk di toilet selama sekitar 15 menit.
- Anak mampu menemukan toilet secara mandiri.
- Anak bisa menyampaikan kebutuhan untuk ke toilet.
- Anak mampu melepas pakaian sendiri, membersihkan diri, menyiram toilet, merapikan pakaian, dan mencuci tangan.
Selain memperhatikan perkembangan anak, dr. Meitha mengingatkan agar orang tua juga mempertimbangkan kondisi emosional anak saat memulai toilet training.
Misalnya, pelatihan ini sebaiknya tidak dilakukan ketika anak sedang sakit atau menghadapi perubahan besar seperti pindah rumah atau kehadiran anggota keluarga baru.
Sebaliknya, toilet training idealnya dilakukan ketika anak merasa nyaman dan bahagia, sehingga ia lebih termotivasi untuk belajar.