YOGYAKARTA – Pada tahun 2011 dirilis film yang terinspirasi kisah penyintas tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004, Hafalan Shalat Delisa. Film ini adaptasi berdasarkan novel tulisan Tere Liye. Banyak orang menganggap bahwa kisahnya terinspirasi dari cerita Delisa ketika berhadapan dengan situasi tak biasa saat terjadi bencana alam. Simak kisahnya dalam potret berikut.
Wanita Aceh kelahiran tahun 1996 ini, bernama Delisa Fitri Rahmadhani, yang merupakan salah satu penyintas tsunami. Saat ini, ia bekerja pegawai di Bank Syariah Indonesia di Aceh staf bagian Human Capital Business Partner sebagai pelaksana administrasi. Ia juga hadir diundang dalam berbagai acara talkshow serta belajar menjadi master of ceremony.
Saat terjadi bencana alam yang meluluh-lantakkan Aceh tersebut, Delisa duduk di kelas 1 yang baru naik ke kelas 2 sekolah dasar. Delisa menyelesaikan pendidikan sarjana Ekonomi Manajemen di Sekolah Tinggi Ekonomi Sabang (STIES) pada pertengahan 2023.
Delisa kehilangan kaki kanannya saat bencana. Tuturnya melansir YouTube akun Serambinews, ia juga kehilangan ibu dan dua saudara. Tambahnya lagi, hidup harus terus berjalan. Dengan semangat tersebut, ia menyikapi peristiwa pilu dengan adaptative dengan pengalaman ke depan.
Sembilan belas tahun yang lalu, Delisa berusia tujuh tahun. Tsunami terjadi pada hari Minggu, saat itu terjadi dua kali gempa. Gempa pertama terjadi, rasa panik mendorong Delisa dan ibu serta kakaknya berlari ke luar dari rumah. Setelah gempa pertama, air laut surut. Terjadilah gempa ke dua, Delisa dievakuasi oleh ibunya ke tempat aman. Ibunya pulang mengambil berkas penting dan disusul air lait naik.
Delisa terpisah dengan keluarga, ikut lari bersama penyintas lain sampai di simpang jembatan bertemu dengan ibunya lagi. Pilunya, Delisa sempat melihat kakaknya mengalami kecelakaan karena situasi jalan raya panik. Sementara gulungan ombak besar mengejar di belakang, hingga genggaman tangan Delisa dan sang ibu terlepas lalu terpisah. Dua hari lamanya Delisa bertahan dengan kaki tersangkut di pohon kelapa. Kemudian ditolong oleh seorang bapak dan dirawat selama tiga hari. Namun karena keterbatasan alat pengobatan di rumah, kaki kanan Delisa harus diamputasi.
Delisa menganggap mendapatkan keajaiban, ia mengingat nama ibu, alamat, nama bapak, dan seluruh kontak. Delisa bertemu ayahnya yang saat bencana berada di luar kota.
Kehilangan yang dialam Delisa, memerlukan proses panjang untuk bangkit. Ia menganggap banyak mendapatkan bantuan dari teman, lingkungan sekitar, dan orang tua membuatnya lebih kuat.
Delisa penyintas tsunami Aceh percaya, ketika Tuhan “mengambil” suatu hal yang berharga, ada hal-hal positif dari kehilangan yang ia alami. Kisahnya sangat menginspirasi, memori masa lalu yang pilu ini, dianggapnya sebagai dakwah yang menceritakan kebesaran Tuhan yang Maha Kuasa.