Bagikan:

JAKARTA - Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menegaskan peran generasi muda sangat penting dalam upaya memajukan budaya batik di Indonesia agar semakin berkembang.

“Tanggung jawab ini akan berada di pundak generasi muda, yang hadir dengan ide-ide segar untuk mengembangkan batik. Saya yakin bahwa bakat dan kemampuan kita dalam hal ini sangat memadai,” ujar Hilmar seperti dikutip Antara.

Hilmar menjelaskan, peran anak muda dalam melestarikan batik sudah terbukti dalam berbagai momentum penting, salah satunya ketika UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Takbenda 15 tahun lalu.

Setelah pengakuan UNESCO tersebut, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memprakarsai gerakan untuk mengenakan batik setiap hari Jumat.

Menurut Hilmar, popularitas gerakan mengenakan batik di hari Jumat tidak lepas dari antusiasme generasi muda. Semangat ini membuat penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari semakin luas dan menciptakan budaya baru di masyarakat.

“Penggunaan batik kini tak lagi terbatas pada acara formal. Batik telah berkembang menjadi bagian dari gaya hidup, dengan ragam inovasi yang terus muncul,” tambahnya.

Namun, Hilmar juga menyoroti, meskipun banyak industri fesyen besar telah memasukkan batik dalam koleksi mereka, hal ini tidak selalu memberikan manfaat langsung bagi para perajin.

Oleh karena itu, pentingnya pemajuan budaya batik yang melibatkan generasi muda, sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Batik tidak hanya harus menjadi warisan yang dibanggakan, tetapi juga berkembang dan memberikan dampak nyata, termasuk meningkatkan kesejahteraan para perajin,” tegas Hilmar.

Salah satu upaya yang perlu didorong adalah pengelolaan batik sebagai kekayaan intelektual nasional. Hal ini penting agar batik terus berkembang sesuai dengan perubahan zaman, namun tetap terlindungi secara hukum.

Contohnya perkembangan batik di Jawa Barat. Sebelum tahun 2008, hanya beberapa daerah seperti Cirebon, Tasikmalaya, Indramayu, Garut, dan Ciamis yang dikenal sebagai pusat batik. Namun, dengan hadirnya Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB), kini seni membatik telah tersebar di 27 kabupaten dan kota di provinsi tersebut.

“Jika kekayaan intelektual batik tidak dikelola dengan baik, ada risiko bahwa pihak luar akan memanfaatkan dan mengklaim batik kita. Pada akhirnya, yang dirugikan tetap perajin di dalam negeri,” kata Hilmar.

Ia menekankan seluruh elemen masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan batik dilindungi sebagai kekayaan intelektual. Selain itu, inovasi harus terus didorong agar batik bukan hanya sekadar produk ekonomi, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas dan pertahanan budaya bangsa.

“Ini adalah tugas kita bersama, memastikan setiap orang berperan dalam menjaga dan mengelola kekayaan intelektual batik. Dengan begitu, batik dapat menjadi penggerak ekonomi sekaligus memperkuat jati diri budaya Indonesia,” tutup Hilmar.