JAKARTA – Stalking atau memberikan perhatian berlebihan tanpa persetujuan tentu membuat tak nyaman. Perhatian yang diberikan dilakukan dengan mengecek kontak, media sosial, atau mengontak secara berulang yang tidak diinginkan oleh korban. Apakah pasangan Anda termasuk suka stalking? Studi menggali alasan mengapa seseorang melakukan tindakan tersebut.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality tahun 2021 menggali penyebab stalking. Peneliti menunjukkan bahwa alasan seseorang melakukan ‘penguntitan’ karena hasrat obsesif dan takut ditinggalkan. Dilansir Psychology Today, Jumat, 18 Februari, obsesi dalam hubungan memiliki 8 komponen, antara lain perilaku pacaran yang berlebihan, kontak interaksional, kontak yang dimediasi misalnya cyberstalking, pengawasan, invasi, pelecehan dan intimidasi, ancaman, hingga kekerasan.
Gairah obsesif juga berkaitan dengan harga diri dan ketergantungan pada hubungan sehingga hubungan romantis mendomisasi hidup mereka. Empat penelitian menggali alasan perilaku stalking dari pasangan romantis.
Studi pertama, melibatkan 223 peserta (114 laki-laki) dengan usia rata-rata 35 tahun. Rata-rata lama dalam hubungan dengan mantan pasangan atau pasangan romantis 4,4 tahun. Studi ini mengukur gairah romantis, pengalaman pelecehan, dan intrusi relasional obsesif. Ukuran variabel tersebut dikaitkan dengan gairah harmonis yang secara negatif memengaruhi perilaku agresif dan pelecehan. Sedangkan gairah obsesif secara positif terkait dengan taktik pengejaran dan perilaku agresif.
Studi kedua, masih mengukur variabel yang sama, yaitu gairah romantis, komitmen terhadap hubungan, kepuasan hubungan, investasi dalam hubungan, kualitas alternatif, takut ditinggalkan, dan intrusi relasional obsesif. Ketakutan akan pengabaian dikaitkan secara negatif dengan gairah yang harmonis. Ketakutan ini juga memediasi hasrat obsesif dan keingian stalking.
Studi ketiga, menilai seberapa penting pasangan baginya yang dipengaruhi hasrat obsesif, hasrat harmonis, ketakutan ditinggalkan, dan taktik pengejaran. Hasil dari studi ketiga ini, partisipan yang memiliki pola pikir obsesif mengalami lebih banyak ketakutan akan pengabaian sehingga menggerakkan taktik pengejaran dan agresif.
BACA JUGA:
Selanjutnya, studi keempat menemukan orang yang lebih takut ditinggalkan lebih berkemungkinan menggunakan taktik agresif. Beberapa alasan dari partisipan, hal yang menggerakkan taktik agresif ialah kekhawatiran bahwa pasangannya mungkin tertarik pada orang lain.
Takut diabaikan yang mendorong seseorang jadi obsesif. Penyebabnya, kepenuhan gairah tetapi tidak mengalami kepuasan dari aspek lain dalam kehidupan mereka sehingga mereka rela disibukkan dengan stalking pasangan romantisnya.
Perpisahan juga menjadi ancaman besar bagi harga diri. Ini menjelaskan mengapa mereka melakukan stalking dan sangat takut pasangan romantisnya meninggalkan mereka.