Bagikan:

JAKARTA - Sebagai sutradara muda dan baru debut dengan karya Kukira Kau Rumah, Umay Shahab tak menyangka filmnya akan disambut meriah oleh penonton. Film yang dibintangi Prilly Latuconsina itu tembus satu juta penonton hanya dalam 4,5 hari penayangannya di bioskop.

Umay mengaku sempat tak percaya dengan pencapaian itu. Bengong hingga menangis haru jadi responnya saat melihat angka tersebut.

"Yang pertama pastinya senang, senang banget. Nangis aku tiba-tiba. Pas lihat angkanya aku nggak langsung nangis, bengong dulu bentar, terus nangis yang deres gitu," ujarnya saat berbincang secara virtual, Rabu, 9 Februari.

Umay pun langsung menghubungi Prily Latuconsina yang menjadi pemain sekaligus produser. "Aku bilang sama Prilly, bacot do comes true. Kita sering ngoceh aneh-aneh kita bikin film dengan penonton yang banyak, dan itu kejadian," ujar Umay.

Tak mau terlena dengan angka, Umay lebih konsentrasi untuk melihat respon penonton usai melihat filmnya. Baginya, apakah pesannya diterima oleh penonton lebih penting.

Umay Shahab (Foto: Koleksi Umay Shahab, DI: Raga/VOI)

"Angka tidak pernah jadi orientasi terpenting buat aku, jadinya kadang masih fokus melihat review orang di Twitter atau di letter box. Jadi kalau dibilang senang banget iya. Tapi apakah sudah merasa puas, belum. Masih ada banyak hal yang harus dikejar lagi," ujarnya.

Film Kukira Kau Rumah menjadi tontonan remaja yang berbeda. Film ini mengisahkan Pram (21 tahun), seorang pemuda yang kesepian, semenjak SMP papahnya sudah meninggal, dan mamahnya sibuk bekerja. Pram mengisi hari-harinya dengan bermain musik dan menciptakan lagu sambil bekerja di sebuah music café. Sampai kemudian, Pram mengenal Niskala (19 tahun).

Pram pun kemudian dekat dengan Niskala, dan satu yang belum Pram ketahui saat itu adalah Niskala pengidap bipolar. Niskala sebenarnya kuliah diam-diam tanpa sepengetahuan ayahnya, Dedi (50 tahun). Tujuan Niskala hanya ingin membuktikan ke ayahnya, bahwa dengan keadaan sakitnya itu, Niskala akan tetap bisa berprestasi.

Film Kukira Kau Rumah tampil secara mengejutkan, keluar dari genre cerita receh anak remaja. Film perdana besutan Umay Sahab ini mengalir dengan lancar dan mudah dinikmati. Tapi pesan yang ingin disampaikan bisa ditangkap dengan mudah tanpa menggurui.

Umay Shahab (Foto: Koleksi Umay Shahab, DI: Raga/VOI)

"Banyak review yang membuat terharu, ada yang bilang jam 4 pagi kebangun karena kepikiran sama filmnya, merasa relate dengan ceritanya. Buat aku itu berarti rasa yang ingin aku sampaikan nyampai berarti. Apa yang aku kerjakan, capeknya terbayar. Aku lihat review positifnya sangat amat terbayar. Capeknya kita di lokasi sesuai dengan harapan," katanya.

Tak mau berpuas diri, pria kelahiran 16 Februari 2001 ini mengakui memang filmnya tak sempurna. Ada banyak yang hal yang masih ingin diperbaiki.

"Memang ada beberapa kekurangan di film tersebut. Aku 19 tahun pada saat itu, aku masih belajar tidak punya background di dunia perfilmnan. Aku masih baru," jelasnya.

Pro dan kontra pendapat penonton diterimakanya dengan baik. "Memang antara iya dan tidak tersampaikan dengan baik ceritanya," katanya.

"Iya karena ada yang bilang wah ini ada kesehatan mental dan lain-lain. Tapi yang lain tanggapannya biasa saja. Setiap apapun yang kita bikin pasti ada pro dan kontranya di masyarakat," jelasnya.

Ada juga yang mempertanyakan kurang detailnya informasi bipolar yang disampaikan. "Ada yang bilang kok bipolarnya segini doang, nggak ada penjelasan valid. Ya kayak diomongin, ya nggak kenapa-kenapa juga. Kalau butuh definisi asli tentang bipolar ya bisa cari di buku atau konsultasi," sarannya.

Meskipun mendapat kritik, Umay tak mundur. Baginya itu adalah bentuk cinta penonton yang ingin membuatnya lebih maju.

"Yang pengin aku bikin ini materinya berat, tapi gimana cara penyampaian aku jadi ringan dan pasti tidak dalam. Ini pengetahuan awal aja yang aku kasih tahu, kulitnya aja orang biar cari tahu lebih dalam sendiri. Orang lain aja bilangnya awal aku gila karena berani angkat tema ini sih," jelasnya.

Umay Shahab merasa bahagia karena lewat film Kukira kau Rumah, orang memiliki keinginan lebih untuk mempelajari kesehatan mental. "Orang jadi lebih konsen dan tahu sepenting apa kesehatan mental, itu sih yang aku anggap berhasil," jelasnya.

Sutradara Privilege

Umay Shahab (Foto: Koleksi Umay Shahab, DI: Raga/VOI)

Saat membuat film Kukira Kau Rumah pada tahun 2019, Umay Shahab baru berusia 19 tahun. Bukan perkara mudah tetapi juga bukan sesuatu yang sulit dilakukan ketika ada niat belajar dan didukung oleh lingkungan yang supportif.

"Aku yakin jadi sutradara karena orang-orang di sekitarku baik. Aku ini sutradara previlege. Nggak melewati bangku kuliah kayak sutradara lain, nggak mulai dari kru dari lini terkecil. Nggak melewati fase yang cukup panjang. Aku bermain dan dapat kesempatan langsung jadi sutarada," ujarnya.

Mendapat kesempatan emas, Umay tak mau terlena. Dia belajar dan tak malas menyerap ilmu dari orang-orang yang sudah berpengalaman.

"Alhamdulillah aku gunakan previlege yang aku punya untuk belajar sama Pak Monti Tiwa. Ketemu Prilly aku belajar. Ada Mas Andy Rianto aku juga belajar," kenangnya.

"Kanapa aku berani ambil langkah ini? Karena aku percaya bahwa orang-orang di sekitarku akan membantu aku. Itu sebabnya ada film Kukira Kau Rumah itu jadi dengan segala kesotoy-an anak 19 tahun yang baru belajar bikin film," imbuhnya.

Umay Shahab (Foto: Koleksi Umay Shahab, DI: Raga/VOI)

Mengaku sotoy alias sok tahu, Umay menerima semua kritikan yang diterimanya dengan lapang dada. Baginya, itu semua bentuk cinta yang menginginkannya berkembang lebih baik.

"Banyak hal yang membuatku merasa bodoh dan sok tahu. Kayak open ending di film ini jadi dua kutup. Ada yang suka banget, ada yang nggak paham. Penonton ada yang jadi tanda tanya, itu salah satu bentuk kesotoy-an aku," katanya.

Karena itu, Umay terus belajar. Langkah pertamanya sebagai sutradara berlanjut dengan menjadi sutradara serial.

"Aku nggak bakal berhenti. Setelah ini aku men-direct series Hari Ini Kenapa Naira? Aku meneruskan jalan aku untuk menjadi sutradara. Sebenarnya aku ingin terus di dunia kesenian. Dengan medium apapun aku pengin belajar. Kukira Kau Rumah ini aku mau push jadi drama musikal. Aku pengin jadi sutradara teater, mengapa tidak?" yakinnya.

"Belajar aja, pengin nyobain sesutau yang baru. Seni ada di daerah aku. Apapun mediumnya, pasti akan aku sikat," tegasnya.

Yang membuat Umay merasa bangga adalah salah satu mimpinya tercapai. "Mimpi aku salah satunya itu tercapai, film Indonesia ini jadi raja di tanah sendiri. Alhamdulillah Akhirnya Kau Rumah ini punya 4500 show time sehari, dibanding dengan film luar negeri yang sedang tayang ini jauh lebih tinggi. Sama film apapun aku berharap film Indonesia akan merajai bioskop," harapnya.

Umay Shahab (Foto: Koleksi Umay Shahab, DI: Raga/VOI)

Umay Shahab yakin Indonesia memiliki banyak potensi anak muda yang berprestasi. Mereka hanya perlu diberi kesempatan dan keyakinan.

"Kalau nanti ada regenerasi sutradara, aku berharap masyarakat mendukung. Aku tidak menyangkal bahwa akan selalu ada pro dan kontra pada debut apapun. Aku berharap masyarakatnya mendukung, jadi bukan cuma statistik angkanya aja. Kalau lingkungan supportif, regenerasinya akan jalan terus," tegasnya.

"Nanti aku 31 tahun aku berharap akan ada anak 19 tahun lain yang bikin film pertamanya. Aku berharap masyarakat lebih supportif," tegasnya.

Meskipun masih muda, kegelisahan tentan apa yang terjadi di masyarakat selalu menjadi perhatian Umay. Jika Kukira Kau Rumah memotret bipolar, Umay ingin di setiap karyanya kelak selalu menyelipkan isu sosial.

"Pasti memotret isu sosial di masyarakat Indonesia. Aku punya kesempatan untuk bersuara, aku pegang toanya, aku pegang kendali ketika film tayang di bioskop. Dan aku nggak mungkin membiarkan kesempatan hilang begitu saja tanpa menyelipkan sesuatu yang lagi hangat di masyarakat," tegasnya.

Tak mau terjebak pada perolehan angka, kualitas tetap menjadi tujuan utama karya Umay Shahab. "Balik lagi ke angka nggak pernah jadi orientasi aku, kalau beban untuk bikin yang lebih bagus iya. Tapi kalau untuk angka aku nggak jadiin beban. Demi Tuhan, Kukira Kau Rumah itu ekspektasi aku itu sebulan paling 100 ribu penonton aja. Aku nggak punya ekspektasi apa-apa. Gue bisa tayang aja filmnya sudah bersyukur. Nggak pernah ada beban soal angka, tapi kualitas," tegasnya.

Umay mengucap terimakasih untuk dukungan yang diterimanya. "Beribu-ribu terima kasih, berjuta-juta terimakasih untuk penonton Kukira Kau Rumah. Apapun yang kalian rasain, terima kasih atas karya pertamaku. Semoga film Indonesia terus menjadi raja di tanah sendiri," harapnya.