Partager:

Meledaknya kasus yang terjadi pada ACT sebagai filantropi yang berbasis Islam, dirasakan seperti badai. Hal itu diakui oleh Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa (DD). Kepercayaan publik pada lembaga seperti mereka, kata Putra, memang sempat terkoreksi. Namun, itulah momentum mereka introspeksi diri dan berbenah agar ke depan lebih baik.

***

Perumpamaan badai atas kasus yang menimpa ACT (Aksi Cepat Tanggap) memang tak berlebihan. Karena demikianlah realitas yang terjadi. Apa yang terjadi pada satu lembaga filantropi berdampak juga bagi yang lain. Penerimaan sumbangan dari masyarakat menurun, meski kemudian kembali rebound setelah kepercayaan publik pulih.

Karena itulah DD melakukan pembenahan secara internal dan eksternal ketika berhubungan dengan pihak luar. "Secara internal, kami melakukan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran dalam organisasi. Ini menjadi kesempatan bagi kami untuk melakukan introspeksi, agar DD tidak menghadapi situasi serupa," ujar Prima Hadi Putra.

Seperti kata pepatah lama "badai pasti berlalu", pelan-pelan publik kembali percaya dengan menerapkan manajemen terbuka dan transparan. Setelah kepercayaan publik pulih, mereka kembali fokus pada program pengentasan masyarakat miskin yang tersebar seantero negeri. "Kami membagi masyarakat miskin itu dalam tiga kategori. Pertama, miskin menyerah, kedua, masyarakat miskin berpotensi, dan yang ketiga, masyarakat miskin yang punya aset. Dari ketiga kategori itu semua punya peluang untuk lepas dari jerat kemiskinan. Namun yang berada di level ketiga yang paling potensial untuk lepas," katanya.

Dari realitas inilah kemudian Putra yakin bahwa slogan mengubah mustahik (penerima zakat) menjadi muzaki (pemberi zakat), bukan hal yang mustahil. "Di setiap level kemiskinan, kami punya strategi dan pendekatan untuk mengentaskan masyarakat miskin. Untuk level pertama mereka ini memang paling tak berdaya, jadi yang kami lakukan adalah memberikan kebutuhan dasar dan akses pada fasilitas kesehatan. Masyarakat di level kedua diberikan beasiswa. Sedangkan di level ketiga mereka diberikan modal bergulir," katanya kepada Edy Suherli, Savic Rabos, dan Rifai dari VOI yang menemuinya di kantor Dompet Dhuafa, Jalan Warung Jati Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, belum lama berselang. Inilah petikannya.

Menurut Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, kepercayaan publik sempat terkoreksi saat kasus ACT meledak.  Dengan kerja keras kepercayaan kembali pulih. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Menurut Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, kepercayaan publik sempat terkoreksi saat kasus ACT meledak.  Dengan kerja keras kepercayaan kembali pulih. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Kemiskinan adalah masalah global yang terjadi di mana-mana. Slogan yang dicanangkan oleh DD adalah mengubah mustahik menjadi muzaki,  bagaimana merealisasikannya?

Kami mengklasifikasikan masyarakat miskin atau tidak mampu menjadi tiga level. Pertama, masyarakat miskin atau mustahik paling bawah yaitu miskin menyerah. Mereka setiap hari bergulat dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Level kedua adalah masyarakat miskin berpotensi, mereka berada di posisi tengah. Saat mereka mendapatkan program pemicu, mereka memiliki potensi besar untuk keluar dari kemiskinan. Dan level ketiga, yang berada di puncak kemiskinan, adalah mereka yang kami sebut miskin beraset. Bagi mereka yang berada di level ini, hanya dengan sedikit intervensi mereka sudah bisa melepaskan diri dari predikat miskin. Karena mereka memiliki aset. Oleh karena itu, kami yakin dapat mengubah mustahik menjadi muzaki.

Orang-orang yang berada dalam kategori miskin dan berhak menerima zakat memiliki potensi untuk tidak lagi miskin dan memiliki kewajiban membayar zakat atau menjadi muzaki. Setiap masyarakat yang masuk dalam kategori miskin memiliki potensi untuk keluar dari jeratan kemiskinan.

Dari ketiga level itu, mana yang paling cepat terentaskan?

Dari ketiga level tersebut, level yang paling berpeluang besar untuk segera lepas dari kemiskinan adalah level paling atas. Mereka hanya membutuhkan sedikit masukan dan dorongan. Yang paling berat adalah mereka yang berada di level paling bawah atau di dasar piramida kemiskinan. Meskipun mereka termasuk dalam kategori miskin, mereka memiliki tanah, hanya saja mereka tidak memiliki sumber daya untuk mengolahnya. Karena itu, kami yakin bahwa dengan dibantu, mereka dapat keluar dari kemiskinan.

DD menggunakan batasan apa untuk menggolongkan seseorang sebagai miskin jika mereka memiliki aset?  

Secara syariah, ada yang disebut "khat alkifayah", yaitu batas seseorang disebut miskin atau tidak miskin. Berdasarkan literatur klasik, batasan "khat alkifayah" berkisar antara Rp6,5 juta hingga Rp8 juta. Angka ini lebih tinggi daripada standar PBB (UN) dan UMR/UMP. Karena angka tersebut sangat tinggi, masih sulit untuk diimplementasikan. Jika angka ini digunakan, maka sekitar 50 persen penduduk Indonesia akan masuk dalam kategori miskin.

Oleh karena itu, kami merujuk pada standar kelayakan hidup yang dipegang oleh pemerintah, yaitu UMR/UMP yang berbeda-beda di setiap daerah. Ketika pendapatan seseorang mencapai UMR/UMP, mereka tidak lagi menjadi target kami untuk dientaskan.

Apa saja masalah utama yang dihadapi oleh para mustahik? Masalah lahan, modal, keterampilan, atau hal lainnya? Apa yang dilakukan oleh DD terkait masalah tersebut?

Setiap level kemiskinan memiliki masalah yang berbeda. Bagi masyarakat miskin pada level terendah, mereka tidak memiliki akses terhadap jaminan sosial, layanan kesehatan, dan layanan dasar lainnya. Program kami menciptakan akses terhadap jaminan sosial, layanan kesehatan gratis, seperti bantuan premi BPJS, dan juga menyediakan sekolah gratis dengan tujuan menciptakan akses pendidikan sehingga anak-anak dapat menyelesaikan pendidikannya.

Bagaimana dengan bencana alam?

Ketika terjadi bencana alam, masyarakat yang sebelumnya mampu dapat jatuh ke dalam kategori miskin karena kehilangan harta. DD memiliki program untuk membantu masyarakat yang terdampak bencana. Hal ini termasuk dalam program di level bawah.

Hampir semua beasiswa kami ditujukan kepada masyarakat miskin yang berada di level tengah. Dalam setiap keluarga, kami menargetkan setidaknya satu orang yang dapat menjadi sarjana, sehingga mereka dapat membantu adik-adik mereka setelah bekerja. Atau setidaknya seseorang dapat memperoleh penghasilan melalui program kewirausahaan.

Upaya untuk mengubah mustahik menjadi memang berat, namun kata  Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa hal itu bukan mustahil. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)
Upaya untuk mengubah mustahik menjadi memang berat, namun kata  Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa hal itu bukan mustahil. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Bagaimana dengan masyarakat miskin di level teratas?

Untuk level teratas, kami memberikan akses permodalan. Di luar Pulau Jawa, banyak yang masuk dalam kategori ini. DD menggulirkan modal/kredit bergulir tanpa bunga untuk mereka, atau kredit al-hasan, yaitu pinjaman tanpa bagi hasil.

Sampai saat ini, berapa banyak mustahik yang sudah menjadi muzaki? Berapa target ke depan?

Lembaga seperti kami ini landasannya adalah kepercayaan, tanpa itu kami tidak bergerak leluasa. Targetnya yang kami inginkan sebanyak-banyaknya. Sekarang fokus kami menjaga kepercayaan publik yang sudah ada dari donatur perorangan maupun korporasi atau lembaga.

Selama ini berapa zakat, infaq sodaqoh, kurban yang dikumpulkan?

Tahun 2022 kami berhasil mengumpulkan data secara keseluruhan sebanyak Rp370 miliar. Terbanyak dari zakat, prosentasenya 50 persen lebih, lalu infaq dan sodaqoh dan terakhir dari kurban dan juga wakaf.

Untuk penyaluran zakat, infaq sodaqoh, dan kurban yang terkumpul ke mana saja?

Kami beroperasi melalui dua framework besar, pertama sebagai lembaga Amil Zakat. Kami adalah Lembaga Amil Zakat Nasional yang disahkan Kementerian Agama. Yang kedua kami dipercaya pemerintah sebagai lembaga nazir wakaf. Antara Wakaf dan Zakat, infaq, sodaqoh punya karakteristik penyaluran yang berbeda. Dana Zakat, infaq, sodaqoh harus segera disalurkan. Berbeda dengan dana wakaf yang harus ditahan pokoknya dan dinikmati hasilnya untuk disalurkan kepada yang berhak menerima.

Kami menyalurkan dana yang terkumpul lewat 5 pilar program. Yaitu kesehatan, pendidikan, sosial dan dakwah, pendayagunaan bencana dan ekonomi lewat dana/kredit bergulir.

Sebagai lembaga filantropi Islam apakah ada koordinasi dengan Baznas yang dibentuk pemerintah?

Ada, kami secara berkala setiap semester memberikan laporan kepada Baznas dan Kemenag. Selain itu, kami juga diaudit oleh akuntan publik.

Kapan diaudit dan apa hasil audit terakhir?

Sejak berdiri sampai sekarang kami tak pernah putus diaudit oleh akuntan publik. Dan hasilnya selalu WTP (wajar tanpa pengecualian).

Perkembangan teknologi juga merambah ke mana-mana, DD juga sudah mulai mengumpulkan ZIS melalui online, jika dibandingkan dengan cara konvensional berapa persen yang terkumpul melalui online?

Sekarang donasi lewat digital melalui portal DD jumlahnya sudah 60 persen dari total bantuan yang masuk. Masih ada yang melalui transfer bank itu kami kategorikan dalam sumbangan konvensional. Kurban juga mengikuti fund-raising yang kami lakukan.

Untuk kurban, pendistribusinya ke mana saja?

Prioritas kami adalah menyalurkannya ke seluruh pelosok negeri, terutama daerah yang tingkat konsumsi daging hewani-nya masih relatif rendah. Kami fokus pada pemenuhan defisit protein hewani bangsa Indonesia. Konsentrasi kami adalah agar kurban tidak menumpuk di perkotaan. Untuk di kota-kota besar seperti Jabodetabek, sudah surplus daging kurban. Sedangkan di luar Jawa masih banyak daerah yang defisit. Jadi, fokus kami adalah memenuhi kebutuhan nasional. Kurban di luar negeri juga dilakukan, namun prioritas kedua. Kurban di luar negeri ditujukan untuk negara yang mengalami bencana dan konflik sosial. Selain itu, ada juga mustahik yang meminta penyaluran kurban ke negara tertentu seperti Ethiopia, Turki, dll.

Untuk Indonesia, wilayah mana saja yang mengalami defisit daging kurban?

Merata di seluruh Indonesia, termasuk di Pulau Jawa masih ada daerah yang mengalami defisit. Beberapa contoh daerah yang tidak mendapatkan cukup daging saat kurban antara lain Ngawi, Nganjuk, Bojonegoro, Lamongan, dan Situbondo. Di kawasan Indonesia Timur seperti NTT, Papua, dan Maluku juga menjadi sasaran penyaluran kurban kami.

Apakah ikan bisa menjadi substitusi untuk daerah pesisir yang memiliki akses terhadap laut?

Untuk daerah pesisir, ikan memang dapat menjadi substitusi dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Namun, kehadiran daging kurban yang hanya terjadi sekali dalam setahun masih dinantikan dan dianggap istimewa.

Apakah ada daging kurban yang dikirim dalam bentuk daging yang sudah diawetkan dalam kaleng, misalnya?

Tahun ini, kami mendistribusikan daging yang sudah dibekukan (frozen). Namun, kami berharap pelaksanaan kurban ini tidak membutuhkan biaya yang mahal, sehingga kami tidak perlu menanggung biaya operasional tambahan jika memungkinkan. DD kemudian memilih tempat di mana hewan kurban diternakkan, dan di daerah tersebutlah daging hewan akan didistribusikan. Dengan cara ini, terdapat dampak sosial yang positif, yaitu peternak lokal juga mendapatkan manfaat. Jadi, ini tidak hanya sekadar pemotongan dan pendistribusian daging, tetapi juga memberikan dampak lainnya.

Saat pandemi lalu, kita sempat memproses daging dalam kemasan kaleng. Namun, pada hari raya Iduladha, kita kembali mengedepankan hakikatnya. Di beberapa tempat, terdapat perayaan yang kita pilih untuk tahun ini.

Beberapa waktu lalu, terjadi kasus ACT yang sampai diproses di pengadilan, dan kepercayaan publik pada lembaga filantropi terkoreksi. Bagaimana DD menghadapi tantangan ini?

Kasus tersebut menjadi momentum bagi DD dan lembaga filantropi lainnya untuk melakukan perbaikan. Kami meninjau ulang segala yang sudah dilakukan, apakah sudah benar atau tidak. Hal ini menjadi momen bagi kami untuk memperbaiki tata kelola organisasi. Secara internal, kami melakukan evaluasi terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran dalam organisasi. Ini menjadi kesempatan bagi kami untuk melakukan introspeksi, agar DD tidak menghadapi situasi serupa.

Secara eksternal, kami juga merasakan dampaknya. Kepercayaan masyarakat mengalami penurunan, dan mereka mengevaluasi hubungan mereka dengan lembaga filantropi seperti DD. Penerimaan sumbangan dari masyarakat sempat turun. Namun, alhamdulillah, kami berhasil melewati dampak tersebut dan kini sudah pulih. Kami tetap mengalami pertumbuhan setelah kejadian itu.

Dalam kasus ACT yang menjadi sorotan adalah tingginya gaji eksekutif di sana, apakah DD juga mengoreksi gaji eksekutifnya?

Sebagai amil zakat nasional, DD memiliki ketentuan yang dikeluarkan oleh Kemenag mengenai biaya operasional yang tidak boleh melebihi 12,5 persen. Dengan patokan tersebut, kami hanya menggunakan sekitar 5,5 sampai 6 persen untuk operasional dan gaji di semua level, dari direksi hingga yang paling bawah. DD memiliki allocation to collection ratio yang cukup besar. Hal ini terjadi karena pengaturan biaya operasional yang efektif dan efisien.

Apakah donatur dan masyarakat dapat mengakses laporan yang secara berkala dikeluarkan oleh DD?

Tentu saja, DD adalah lembaga filantropi yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Ini bukanlah milik perseorangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka dalam memberikan informasi yang dapat diakses oleh publik. Semua laporan berkala kami dapat diakses melalui laman www.dompatdhuafa.org, tidak ada yang kami sembunyikan.

Lepas Penat, Ini Trik yang Dilakukan Prima Hadi Putra

Kata Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, masyarakat miskin dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu miskin menyerah, miskin berpotensi dan miskin beraset. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)
Kata Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, masyarakat miskin dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu miskin menyerah, miskin berpotensi dan miskin beraset. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Kesibukan kantor yang tiada henti akan berujung saat akhir pekan. Ketika itulah Prima Hadi Putra, selaku Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa akan melepas rindu pada tanah. Ia akan mengurusi tanaman di pekarangan rumahnya dengan membudidayakan tanaman sayuran seperti cabe, tomat, caisim, dan lain sebagainya. Selain itu dia akan mencurahkan perhatian untuk keluarganya.

"Saya itu suka jalan dengan sepeda atau motor yang membuat saya bisa bertemu dengan tanah. Saya punya hobi mengolah tanah atau bercocok tanam," ujar Putra yang belum merasa cocok dikatakan berkebun karena lahan yang dia punya tidak seluas umumnya perkebunan. Hanya di sekitar pekarangan rumahnya di bilangan Bogor, Jawa Barat.

Apa saja yang Anda tanam di pekarangan rumah? "Saya menanam sayuran yang sering dikonsumsi, ada cabe, tomat, caisim, timun, dan lain-lain," kata pria yang menyelesaikan Master of Commerce in Enterprise System & Business Design di UNSW (University New South Wales) Business School, Sydney Australia.

Putra menambahkan, ia sejatinya sudah lama suka dengan tanaman, namun baru dua tahun terakhir ia menekuni hobi bercocok tanaman sayuran di pekarangan rumah. "Yang menjadi trigger saya menekuni hobi bercocok tanam ini saat pandemi COVID-19 kemarin. Saat itu saya di rumah saja, kerja dilakukan dari rumah secara WFH jadi bosan dengan aktivitas itu-itu saja. Sebagai selingan, saya coba menanam sayuran," ungkapnya sembari menambahkan bahwa saat itu DD juga menggulirkan program ketahanan pangan di rumah. Seperti budidaya lele dalam ember, dan bertanam sayur-sayuran. Hal ini juga menambah motivasi baginya untuk mengaplikasikannya di rumah.

Olahraga Sesuai Anjuran Rasul

Menurut Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, masih banyak daerah yang defisit protein hewani, inilah yang menjadi sasaran menyebaran hewan qurban. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Menurut Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, masih banyak daerah yang defisit protein hewani, inilah yang menjadi sasaran menyebaran hewan qurban. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Dalam memilih olahraga, Prima Hadi Putra tidak terlalu ribet. Ia mencoba melakukan apa yang dulu pernah dipraktikkan oleh Muhammad Rasulullah. "Berlari, berkuda, memanah, dan berenang. Tapi untuk yang terakhir itu agak sulit saat ini. Nanti kalau sudah pas waktu dan tempatnya," ungkap pria yang sempat menjabat sebagai Board of Director, Dompet Dhuafa Australia, di Sydney (2014-2017).

Menurut Putra, ada beberapa hal yang dia suka dari olahraga panahan. "Memanah itu bagus untuk melatih kesabaran, kekuatan, dan juga melatih fokus atau konsentrasi. Setiap tarikan string dari busur panah itu membutuhkan kekuatan menarik, fokus, dan mengatur pernapasan saat melepaskan anak panah untuk mencapai sasaran. Dan mondar-mandir mengambil anak panah juga mengeluarkan keringat. Jadi banyak sekali aspek yang terlibat saat kita memanah," katanya.

Putra mengajak anak sulungnya untuk ikut berolahraga panahan, namun sejak si sulung masuk pesantren yang berbeda kota dengan domisilinya dia kini melakoni olahraga panahan sendirian. "Ya sekarang sendirian, anak yang gede sudah masuk pesantren," kata Putra yang kini harus menjadi suami siaga karena tak lama lagi ia akan dikaruniai anak keempat.

Komitmen Pasca COVID-19

Banyak hikmah yang dipetik  Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, saat terpapar COVID-19, salah satunya ia berkomitmen pada dirinya untuk berubah ke arah yang lebih baik. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Banyak hikmah yang dipetik  Prima Hadi Putra, Direktur Komunikasi, Teknologi, dan Tata Kelola Dompet Dhuafa, saat terpapar COVID-19, salah satunya ia berkomitmen pada dirinya untuk berubah ke arah yang lebih baik. (Foto Savic Rabos, DI Raga VOI)

Setelah terserang COVID-19, Putra melakukan introspeksi diri. Banyak komitmen yang harus dilakoni untuk melaksanakan hidup yang lebih baik ke depan. "Setelah saya terpapar COVID-19 banyak komitmen yang harus saya lakukan untuk diri sendiri," katanya.

Salah satu komitmen yang dilakoni Putra adalah membuat berat badannya mendekati bobot ideal. "Dulu sebelum terpapar COVID-19 berat badan saya 87 kg. Untuk itu, ia mulai mengurangi asupan karbohidrat. Kalau dulu nasinya banyak, sekarang porsinya separuhnya. Sekarang saya berada di posisi 79 kg dengan target bobot 73 kg atau 75 kg. Sedikit lagi ini targetnya, semoga tercapai berat yang ideal," harapnya.

Pengaturan pola makan, lanjut Putra, harus ia lakukan sekarang. "Pokoknya, kalau di satu piring sudah ada makanan yang mengandung karbohidrat, yang lain tidak perlu dimakan.  Sekarang ganti karbohidrat yang dikurangi adalah sayur-sayuran atau buah-buahan," tambah Putra yang kini jadi suami siaga.

Ia bersyukur anak dan istrinya memahami kesibukannya di DD. "Kita kerja di DD itu tak bisa pasbandrol, karena hal itu hampir tak bisa dilakukan. Harus fleksibel, kadang-kadang kita harus menemui donatur yang minta setelah dinner atau di akhir pekan. Jadi tidak bisa kaku waktunya. Overtime itu hal yang biasa," kata Putra yang melibatkan keluarga saat ada acara kantor yang mengharuskannya masuk di akhir pekan.

Kalau anak dan istrinya tak bersedia diajak saat akhir pekan, Prima Hadi Putra akan mencari ganti di hari yang lain. "Kita tidak boleh memaksa, kalau mereka tak mau diajak harus ganti hari lain agar hak-hak mereka juga terpenuhi," begitu kiat yang dilakukan Putra agar pekerjaan berjalan dengan baik tanpa melanggar hak anak dan istrinya.

 

"Kami membagi masyarakat miskin itu dalam tiga kategori. Pertama, miskin menyerah, kedua, masyarakat miskin berpotensi, dan yang ketiga, masyarakat miskin yang punya aset. Dari ketiga kategori itu semua punya peluang untuk lepas dari jerat kemiskinan. Namun yang berada di level ketiga yang paling potensial untuk lepas,"

Prima Hadi Putra

 


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)